Menkeu: Dolar Perkasa Murni Karena Spekulasi

Dolar Amerika Serikat (AS) terus menekuk nilai tukar rupiah hingga sempat menembus level Rp 14.304.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Sep 2015, 18:14 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2015, 18:14 WIB
Ilustrasi dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dolar Amerika Serikat (AS) terus menekuk nilai tukar rupiah hingga sempat menembus level Rp 14.304 pada awal perdagangan hari ini (8/9/2015). Penyebabnya bukan karena faktor domestik, melainkan spekulasi pelaku pasar atas kebijakan moneter Bank Sentral AS.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, seluruh pelaku pasar berspekulasi atas rencana kenaikan tingkat suku bunga acuan The Fed yang digadang-gadang terealisasi pada September atau semester II ini.

"Hari-hari ini kan semua berspekulasi dengan AS, penganggurannya turun, AS akan segera menaikkan suku bunga meski kemarin di KTT G20 belum seperti itu bunyinya. Ini benar-benar murni spekulasi," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2015).

Kurs rupiah pada siang harinya sedikit menguat menjadi 14.273 per dolar AS. Dalam hal ini, posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia hingga akhir Agustus 2015 tercatat menurun US$ 2,3 miliar menjadi US$ 105,3 miliar dari posisi akhir Juli 2015 sebesar US$ 107,6 miliar.

"Pokoknya kita jaga kondisi ekonomi supaya inflow dari asing tetap masuk. Kita juga jaga cadev pada tingkat yang aman, setara 6 bulan impor. Dengan dasar itu, pemerintah dan BI berupaya menjaga stabilitas ekonomi melalui nilai tukar rupiah," terang Bambang.

Terpisah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengakui bahwa paket kebijakan yang tengah disiapkan pemerintah terutama kebijakan deregulasi investasi, industri, perdagangan dan pertanian belum dapat memberi sentimen positif mengangkat perekonomian dan kurs rupiah.

"Itu ada masalah internal dan eksternal. Kalau yang eksternal kita tidak bisa melakukan apa-apa, karena AS dan China mengalami kesulitan. Itu tren dunia sekarang. Yang penting kita bereskan domestik kita supaya lebih mudah bergerak, jangan dikriminalkan. Semakin banyak regulasi, maka semakin banyak yang dibayar," jelas dia.(Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya