Bidik Rp 519 Triliun, BKPM Kebut Sederhanakan Izin Investasi

BKPM mendapat jatah target merampungkan dua aturan yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi pada 9 September lalu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Sep 2015, 11:31 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2015, 11:31 WIB
Logo BKPM
Logo BKPM

Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendapat jatah target merampungkan dua aturan yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi deregulasi pada 9 September lalu. Upaya ini diharapkan mampu mencapai ambisi nilai investasi Rp 519 triliun pada tahun ini.

Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Farah Ratnadewi Indriani, mengatakan, tantangan utama iklim investasi di Indonesia meliputi logistik dan infrastruktur, perizinan usaha, regulasi atau kebijakan, dan isu tenaga kerja.

"Biaya logistik di Indonesia tertinggi 24 persen dari PDB dibanding Malaysia yang cuma 15 persen. Pelaku usaha juga ingin kepastian waktu, biaya, dan transparansi izin serta kepastian hukum maupun kepastian upah minimum," ujar dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (25/9/2015).

Menurut Farah, kebijakan investasi di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mencakup deregulasi, seperti mengurangi jumlah dan jenis perizinan duplikasi, harmonisasi peraturan perundang-undangan, konsistensi peraturan.

Kebijakan lainnya, sambung dia, adalah debirokratisasi yang meliputi penyederhanaan perizinan untuk mengurangi persyaratan perizinan, SOP/SLA yang jelas, pendelegasian kewenangan kepada PTSP dan pelayanan perizinan dan nonperizinan melalui sistem elektronik.

"Penegakan hukum dan kepastian usaha tak luput dari kebijakan investasi. Antara lain, fasilitasi penyelesaian masalah, pemberantasan premanisme dan pungli, serta melaksanakan sanksi tegas dan tuntas dalam setiap peraturan," jelas Farah.

Diakuinya, dari 134 paket deregulasi, BKPM memperoleh jatah penyelesaian dua aturan. Strategi penyederhanaan perizinan investasi yang dilakukan lembaga ini, kata Farah dengan menggunakan metode hapus, gabung, sederhanakan dan limpahkan (HGSL) serta penyederhanaan administrasi proses perizinan.

"Fokusnya pada perizinan yang butuh waktu penyelesaian cukup lama, seperti perizinan lahan, lingkungan dan daerah. Langkah ini mengharmonisasi pemetaan perizinan yang tumpang tindih, rapat koordinasi interkem dan rekomendasi HSGL," paparnya.

Dengan strategi tersebut, kata dia, akan diperoleh proses izin yang lebih cepat, transparan, sederhana, efisien, dan terintegrasi. Hal ini akan mampu mengakselerasi perekonomian nasional oleh dunia usaha, penciptaan lapangan kerja, penerimaan pajak, dan peningkatan ekspor.

Farah mengakui, pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan pemberian insentif, seperti tax allowance, tax holiday dan fasilitas bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan.

Pemerintah mengucurkan insentif tax allowance, berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal dibebankan selama enam tahun. Selain itu, 143 bidang usaha sesuai dengan PP 18 Tahun 2015 diperluas dari 129 bidang usaha dalam peraturan sebelumnya.

Tax holiday dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 159/OMK.010/2015 yang mengatur keringanan pajak 5-15 tahun sejak dimulai komersial untuk industri pionir dengan nilai investasi Rp 1 triliun.  

Juga insentif bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan yang tertuang dalam PMK Nomor 176 Tahun 2009 juncto No 76 Tahun 2012. Dalam aturan ini, industri yang memproduksi barang atau jasa diberikan insentif dua tahun pembebasan bea masuk atau empat tahun untuk perusahaan yang menggunakan mesin atau peralatan hasil produksi dalam negeri minimal 30 persen.

"Dengan deregulasi, debirokratisasi, dan insentif ini, diharapkan target investasi Rp 519 triliun pada tahun bisa tercapai. Ini karena sampai semester I/2015, realisasi investasi Rp 259,7 triliun atau 50 persen dari target," pungkas Farah.  (Fik/Ndw/Sar)
    

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya