Buruh Minta Tak Korbankan Upah Karena Rupiah Loyo

Presiden KSPI, Said Iqbal membantah kalau pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sudah terjadi mencapai 667 ribu pekerja.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 28 Sep 2015, 17:42 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2015, 17:42 WIB
Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah memperbaiki kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah agar tidak mempengaruhi upah buruh.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, pemerintah jangan menjadikan kondisi gejolak perekonomian sebagai alasan untuk menekan kenaikan upah. Pemerintah harus melakukan perbaikan kondisi tersebut terlebih dalam menyikapi pelemahan rupiah. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah sudah melemah sekitar 15,35 persen dari posisi 12.440 per dolar AS pada 31 Desember 2014 menjadi 14.696 per dolar AS pada Senin pekan ini.

"Alasan kita ketiga jangan pemerintah loyo lawan rupiah terhadap dolar dari upah yang diatur," kata Said, di Jakarta, Senin (28/9/2015).

Said mengungkapkan, jika formula kenaikan upah yaitu inflasi ditambah alpa dikali  produk domestik bruto (PDB) ditetapkan maka pemerintah dapat memainkan parameter makro sehingga kenaikan upah bisa ditekan.

"Jangan melemahnya rupiah dan melambatnya ekonomi tadi jangan dijadikan alasan mengotak atik angka, angka makro ekonomi seperti inflasi, dibuatkanlah angka kalau upah dikendalikan ekonomi tumbuh kita menolak keras," kata Said.

Ia menambahkan, perlambatan ekonomi dan rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun ia membantah PHK yang sudah terjadi mencapai 667 ribu pekerja.

"Kemudian dipertanyakan PHK besar-besaran data 100 ribu ada PHK  kategori perusahaan tutup, dan karyawan di PHK. Perusahaan tidak tutup tapi ada rasionalisasi, terakhir potensi PHK. Yang PHK tak sebanyak yang dilansir Sofyan Wanandi 667 ribu PHK itu bohong," kata Said. (Pew/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya