BI Rate Belum Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi

BI memiliki cara lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melalui relaksasi kebijakan makroprudensial.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 30 Sep 2015, 17:38 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2015, 17:38 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Bank Indonesia (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) belum bisa menjadikan suku bunga acuan (BI rate) sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian meskipun BI Rate telah mamppu menjadi pengendali inflasi. 

Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, seharusnya jika inflasi terkendali maka BI Rate seharusnya bisa turun. Dengan penurunan BI rate tersebut maka suku bunga bank akan ikut turun sehingga akan mendorong penyaluran kredit. Dengan penyaluran kredit tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa terdongkrak.

"Kalau kita perkirakan inflasi dengan keperluan pertumbuhan ekonomi ada justifikasi untuk arah suku bungan bisa menurun," kata Perry, di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (30/9/2015).

Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan Bank Indonesia. Meski ke depannya ada perkiraan inflasi akan terkendali, Bank Indonesia tidak bisa menjadikan BI Rate sebagai instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh masih tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat AS) dan gejolak perekonomian global.

"Masalahnya dampak global menekan nilai tukar rupiah. Risiko ini jadi pertimbangan Dewan Gubernur untuk memutuskan kebijakan suku bunga," tuturnya.

Perry mengungkapkan, BI memiliki cara lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melalui relaksasi kebijakan makroprudensial, seperti pelonggaran LTV (loan to value).

"Tidak berarti BI tidak perhatian pada pertumbuhan ekonomi, cuma instrumen kita lakukan dengan relaksasi kebijakan makro prudensial, likuiditas itu yang kita lakukan kita sudah lakukan makro prudensial agar perbankan bisa melakukan penyaluran kredit," pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 September 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di angka 7,5 persen. Selain itu, BI juga memutuskan suku bunga Deposit Facility 5,50 persen dan Lending Facility pada level 8 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara mengatakan, Keputusan tersebut sejalan dengan upaya membawa inflasi menuju pada kisaran sasaran sebesar 4 persen plus minus satu di 2015 dan 2016.

"Fokus kebijakan Bank Indonesia dalam jangka pendek diarahkan pada langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian perekonomian global," jelasnya.

BI akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar, dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya