Rizal Ramli Ingin RI Punya Kawasan Ekonomi Hijau Pertama di Dunia

Rizal ingin membangun kawasan ekonomi hijau atau green economic zone di Indonesia. Ini merupakan kawasan ekonomi hijau pertama di dunia.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Okt 2015, 11:47 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2015, 11:47 WIB
20150921-Rakor-Kemenko-Kemaritiman-dan-Sumber-Daya
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli saat memberi keterangan usai menggelar rapat koordinasi di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (21/9/2015). Rakor membahas potensi gas yang ada di Blok Masela. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli menyatakan, dirinya ingin membangun kawasan ekonomi hijau atau green economic zone di Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan ekonomi hijau pertama di dunia.

"Kita mau bikin green economic zone. Ini menjadi yang pertama di dunia. Biasanya yang ada itu green industry," ujarnya di Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Dia mengatakan, beberapa wilayah yang telah diincar untuk dijadikan green economic zone ini, salah satunya adalah Kalimantan Timur (Kaltim). Nantinya di kawasan ini akan dikembangkan produk turunan dari kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

"Ada beberapa tempat yang kita kaji seperti di Kaltim. Kita bikin produk-produk CPO turunan seperti oleochemicals kelapa sawit nilai tambah 10 kali. Kalau dibikin jadi bahan baku margarin dan kosmetik nilai tambah 10 kali, " kata dia.

Selain itu, di green economic zone ini, produk CPO akan dikembangkan sebagai campuran bagi BBM jenis Premium.

"Kalau dibikin biofuel generasi kedua, yang lebih tinggi, ini bisa bisa campur dengan Premium. Ini nilai tambahnya 10-15 kali," lanjutnya.

Bahkan, produk turun CPO bisa menjadi pengganti bahan bakar pesawa terbang (avtur). Menurut Rizal, jika CPO ini diolah menjadi pengganti avtur, kualitasnya bakal jauh lebih bagus dari avtur yang berasal dari fosil.

"Kita bisa bikin bahan bakar untuk pesawat, bahkan lebih baik dari avtur. Nilai tambahnya bisa 15 hingga 20 jali. Kalau ini berhasil dikembangkan, dalam 5-10 tahun kita bisa menjadi penghasil bioavtur terbesar di dunia," tandasnya. (Dny/Zul)*

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya