Menghormati Tamu Itu Baik, tapi Jangan yang Seperti Ini Pesan Buya Yahya

Seseorang yang terbiasa dengan sikap dermawan kadang merasa harus terus menunjukkan kemurahan hatinya, meskipun di luar kemampuannya. Hal ini justru bisa membuatnya tertekan dan kehilangan makna keikhlasan dalam memuliakan tamu.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Feb 2025, 18:30 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2025, 18:30 WIB
buya yahya 221
Buya Yahya (TikTok)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menghormati tamu adalah ajaran Islam yang sangat dianjurkan. Islam mengajarkan untuk memuliakan tamu dengan sebaik-baiknya. Namun, ada batasan yang harus diperhatikan agar tidak menjerumuskan diri dalam kesulitan.

KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya, Pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah di Cirebon, mengingatkan agar seseorang tidak berlebihan dalam memuliakan tamu hingga membuat dirinya terbebani.

"Menghormati tamu itu boleh, tapi jangan berlebihan sampai akhirnya merasa terbebani. Berikan pelayanan sesuai kemampuan, jangan memaksakan diri," ujar Buya Yahya dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @albahjah-tv.

Menurutnya, ada sebagian orang yang merasa harus menyambut tamu dengan kemewahan, padahal secara finansial tidak mampu. Akhirnya, ketika ada tamu datang, justru yang muncul bukan rasa bahagia, tetapi beban pikiran karena harus mengeluarkan banyak biaya.

Seseorang yang terbiasa dengan sikap dermawan kadang merasa harus terus menunjukkan kemurahan hatinya, meskipun di luar kemampuannya. Hal ini justru bisa membuatnya tertekan dan kehilangan makna keikhlasan dalam memuliakan tamu.

"Ada orang yang saat menerima tamu berharap tamunya tidak jadi datang karena mengingat pengeluaran yang banyak. Kalau menyambut tamu dengan senang hati, silakan, tapi ukur kemampuan diri," tegasnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Sesuaikan Kapasitasnya

Ilustrasi muslimah, Islami
Ilustrasi muslimah, Islami. (Photo created by master1305 on www.freepik.com)... Selengkapnya

Buya Yahya juga mengingatkan bahwa seseorang harus memuliakan tamu sesuai kapasitasnya, tanpa menuruti hawa nafsu atau sekadar menjaga gengsi di depan orang lain. Jika dilakukan karena tekanan sosial atau demi pencitraan, maka hal itu bukanlah tindakan yang benar.

Ada pula fenomena seseorang yang pulang kampung dengan membawa uang banyak hanya demi menjaga citra sebagai orang yang dermawan. Padahal, penghasilannya di perantauan tidak seberapa. Akhirnya, setiap kali pulang, ia merasa terbebani karena harus berbagi uang dengan banyak orang.

"Kalau karena Allah, pasti dia akan mengukur kemampuan dirinya. Tidak boleh dengan hawa nafsu," lanjutnya.

Memuliakan tamu seharusnya dilakukan dengan penuh keikhlasan, bukan karena keterpaksaan. Jika merasa terbebani secara finansial, berarti ada yang salah dalam niatnya. Tindakan baik seharusnya tidak membawa kesulitan bagi diri sendiri.

Buya Yahya menekankan bahwa kesadaran dalam menghormati tamu tidak boleh membuat seseorang menjadi pelit. Tetaplah berbuat baik, tetapi dalam batas kemampuan agar tidak menjadi beban.

"Orang Jawa punya pepatah, 'sing penting layak'. Sajikan sesuatu yang layak, tapi jangan berlebihan hingga membebani diri sendiri," ujarnya.

Jika tindakan memuliakan tamu sudah di luar batas kemampuan, maka yang muncul bukan lagi rasa nyaman, tetapi justru kecemasan dan ketakutan setiap kali ada tamu datang. Ini adalah hal yang harus dihindari.

"Tamu bukan mencari makanan di rumah kita. Bisa jadi makanan di rumahnya jauh lebih enak daripada makanan yang kita sajikan. Tapi yang lebih penting adalah cara kita menyambutnya dengan gembira," tegasnya.

Menghormati Tamu Kok Pencitraan

Ilustrasi silaturahmi, muslimah, Islami
Ilustrasi silaturahmi, muslimah, Islami. (Photo Copyright by Freepik)... Selengkapnya

Orang yang berlebihan dalam memuliakan tamu sering kali hanya melakukan "action" atau pencitraan semata. Ia ingin dikenal sebagai orang dermawan, padahal kenyataannya ia sendiri dalam kesulitan.

Ada yang setiap kedatangan tamu langsung berpikir harus menyembelih kambing agar terlihat sebagai tuan rumah yang baik. Padahal, biaya untuk itu sangat besar dan tidak selalu memungkinkan.

"Kalau setiap tamu datang harus menyembelih kambing, lalu berpikir satu kambing berapa juta, ini yang salah. Jangan sampai merasa pusing hanya karena ingin dianggap sebagai orang baik," tambahnya.

Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal, termasuk dalam memuliakan tamu. Tidak perlu berlebihan, tetapi juga jangan sampai pelit. Lakukan dengan wajar dan penuh keikhlasan.

Jika seseorang bisa bersikap sederhana tetapi tetap memberikan sambutan yang baik, maka itu sudah cukup. Kehangatan dan ketulusan dalam menyambut tamu lebih berharga daripada sajian makanan yang mewah.

Tamu yang datang tidak selalu mengharapkan makanan atau jamuan yang berlebihan. Kadang mereka hanya ingin bersilaturahmi dan merasakan kehangatan hubungan kekeluargaan.

Menyambut tamu dengan penuh senyuman, memberikan tempat yang nyaman, dan menunjukkan sikap ramah sudah menjadi bentuk penghormatan yang sangat berarti.

Jika ingin melakukan kebaikan, pastikan kebaikan itu bisa terus dilakukan secara istikamah, bukan hanya karena ingin terlihat baik di mata orang lain.

Muliakan tamu sesuai kemampuan, lakukan dengan keikhlasan, dan jangan sampai menjerumuskan diri dalam kesulitan hanya karena ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya