Liputan6.com, Jakarta - Rencana penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) dinilai tidak serta merta dapat mendorong penerimaan pajak negara. Kebijakan ini justru dikhawatirkan akan dimanfaatkan untuk kepentingan para pengemplang pajak di masa lalu.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra), Yenny Sucipto mengatakan, demi mendorong penerimaan pajak negara, pemerintah seharusnya mencari cara lain yang tidak menimbulkan pro dan kontra.
"Pengampunan pajak ini, tidak serta merta akan menjadi pendorong peningkatan kinerja setoran pajak ke negara. Ini dikhawatirkan malah menjadi ruang baru dalam politik transaksional," ujarnya di Jakarta, Senin (12/10/2015).
Selain itu, penerapan kebijakan ini juga dinilai rawan penyelewengan dan manipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Pasalnya hingga saat ini, tidak ada data yang jelas soal berapa banyak wajib pajak yang melakukan pengemplangan pajak.
"Ini berpotensi penyelewengan dan manipulasi. Yang tahu data soal wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak dan koruptor yang tidak bayar pajak itu ada di tingkat elit. Dan sampai saat ini tidak ada keterbukaan informasi," kata dia.
Dan terakhir, penerapan kebijakan ini dikhawatirkan melegalkan proses pemutihan pajak bagi para koruptor yang selama ini memakan uang negara.
"Dan bagi koruptor, jika ini diberlakukan, bisa melakukan pemutihan pajak dan penggelapan pajaknya. Jadi pemutihan pajak ini akan dilegalkan dalam regulasi," tandasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan ide DPR, bukan pemerintah. Namun pada kenyataannya muncul pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional di Badan Legislatif Nasional (Balegnas).
"Tax amnesty yang dimunculkan ini merupakan inisiatif DPR, bukan pemerintah," tegas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama.
Meski masih menunggu keputusan DPR dan tidak ingin menjelaskan lebih detail mengenai pengampunan pajak ini, kata Mekar, Ditjen Pajak menggunakan ide pengenaan tarif tax amnesty untuk kebijakan penurunan revaluasi aktiva tetap dari 10 persen menjadi 3 persen.
"Kami lebih mengambil ide pengenaan tarif PPh Final dalam usulan tarif tax amnesty. Kalau bisa dilaksanakan tahun ini tarifnya lebih rendah 3 persen, dan di tahun depan lebih besar menjadi 8 persen," terang dia. (Dny/Gdn)
Tax Amnesty Dikhawatirkan Hanya Untungkan Koruptor
Demi mendorong penerimaan pajak negara, pemerintah seharusnya mencari cara lain yang tidak menimbulkan pro dan kontra.
diperbarui 12 Okt 2015, 19:16 WIBDiterbitkan 12 Okt 2015, 19:16 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 Jawa Tengah - DIYAsam Urat Tinggi? Coba Aneka Jus Ini
4 Jawa Tengah - DIYInilah 5 Makanan di Sekitar Kita yang Bisa Turunkan Kolesterol
5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Menanam Kembali Pohon Ulin di Hutan Kota, Mengembalikan Tanaman Khas Kalimantan
Nama Nelayan Dicatut, Pj Gubernur Jabar Telusuri Pemilik Sertifikat Laut di Subang
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Senin 3 Februari 2025
Pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert Tidak Selesai Saksikan Persija Jakarta vs PSBS Biak, Tonton Berapa Menit?
Buron Pembacokan Pelajar di Bandar Lampung Akhirnya Ditangkap walau Sembunyi di Seberang Pulau
Sedekah atau Menabung, Mana yang Diutamakan jika Gaji Pas-pasan? Buya Yahya Menjawab
Tidak Sesuai Perda RT/RW, Permohonan Izin Pagar Laut Bekasi sudah Ditolak Berkali-kali
Orang Tua di Alam Kubur Diangkat Derajatnya karena Anak Lakukan Amalan Ini, Kata UAH
Kemenhut Terjunkan 2 Ekor Gajah untuk Peresmian Kuil Hindu Terbesar di Indonesia
Bejat, Ayah Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil dan Melahirkan
Jadwal SIM Keliling di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung 3-9 Februari 2025
Rahasia Waktu Paling Cepat Doa Dikabulkan, Lakukan Amalan Ini Kata UAH