Komentar Sofjan Wanandi soal Perpanjangan Kontrak Freeport

Ketua Tim Ahli Wapres, Sofjan Wanandi menegaskan,kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat hanya kunjungan kenegaraan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Okt 2015, 10:15 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2015, 10:15 WIB
PT Freeport Indonesia.
PT Freeport Indonesia (Foto: Antara).

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Tim Ahli Wakil Presiden (Wapres) Sofjan Wanandi mengatakan perbedaan pendapat antar menteri soal perpanjangan kontrak Freeport tidak diumbar ke publik tetapi diselesaikan secara bersama dengan Presiden Joko Widodo.

"Saya belum tahu, belum ada kabar (perpanjangan kontrak Freeport). Saya pikir tidak usah dipertentangkan. Yang satu bilang boleh, tentu ada alasan dari Menteri ESDM, tapi Rizal Ramli bilang jangan. Selesaikan sama Presiden, jangan di publik," harap dia di Jakarta, seperti ditulis Selasa (13/10/2015).

Terkait dengan lawatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Amerika Serikat (AS) pada 26 Oktober 2015, apakah salah satunya akan mengunjungi markas Freeport McMoRan Copper & Gold, induk usaha Freeport Indonesia, Sofjan membantahnya.

"Itu kunjungan kenegaraan saja. Urusan Freeport kecil, serahkan ke Menteri saja, kasihan Jokowi," cetus dia.

Sebelumnya, Rizal yang pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian ini sempat membicarakan soal perpanjangan kontrak PT Freeport yang akan berakhir pada 2021 mendatang.

Ia menegaskan, pemerintah saat ini belum memiliki kesepakatan apapun terkait perpanjangan kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Menurut dia, perpanjangan kontrak ini baru akan dibahas 2 tahun sebelum kontrak berakhir.

"Jadi kalau ada menteri yang mengatakan sudah disetujui perpanjangan kontraknya, itu melawan hukum," ujar Rizal Ramli di Gedung KPK, Jakarta.

Ia juga menjelaskan, pemerintah saat ini masih fokus pada sejumlah hal yang menjadi kewajiban Freeport. Salah satunya adalah mengenai royalti yang sejak 1967 hanya membayar sebesar 1 persen. Baginya, Indonesia harus mendapat royalti sekitar hingga 7 persen.

"Kenapa bisa segitu lamanya, dari 1967-2014, hanya bayar 1 persen, mohon maaf terjadi KKN pada saat perpanjangan kontrak tahun 80an. kami tidak mau ini terulang lagi," kata Rizal.

Tidak hanya itu, Freeport Indonesia dinilai Rizal juga tidak memperhatikan limbah tambangnya di Papua."Freeport terlalu greedy, terlalu untung besar-besaran padahal ada tambang lain di Sulawesi yang memproses limbahnya, sehingga tidak membahayakan lingkungan," pungkas Rizal Ramli. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya