Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah serikat pekerja dan serikat buruh menyatakan penolakannya terhadap formula baru pengupahan yang masuk dalam paket kebijakan jilid IV. Alasannya, upah yang diterima buruh di RI akan kalah dari Filipina dan Thailand.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan, formula penetapan besaran upah dinilai terlalu kecil. Pengupahan dengan menghitung upah sebelumnya dikalikan dengan hasil penjumlahan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi bukan yang diharapkan kalangan buruh.
"Ini mekanisme formula tetap. Nantinya besaran upah minimum hanya berdasarkan upah minimum sebelumnya dikalikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang ada saat itu kenaikan tidak akan lebih dari 10 persen saja per tahun," ujarnya di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (16/10/2015).
Advertisement
Menurut Rusdi, bagi provinsi yang upah minimumnya sudah tinggi seperti di DKI Jakarta saja, kenaikan 10 persen dinilai terlalu kecil. Apalagi bagi provinsi yang upah minimumnya masih kecil seperti di Jawa Tengah.
"Kenaikannya akan kecil sekali, karena base line sudah kecil. Di Jawa Tengah misalnya yang di luar Semarang hanya Rp 1,2 juta. Kalau naiknya 10 persen, berarti hanya naik Rp 120 ribu. Ini kecil sekali. Di DKI yang upah minimumnya Rp 2,7 juta, berarti kenaikannya hanya menjadi Rp 3 juta saja," kata dia.
Dengan besaran upah minimum tersebut, lanjut Rusdi, maka upah buruh di Indonesia semakin tertinggal dibandingkan negara lain seperti Filipina dan Thailand.
"Seperti di Filipina dan Thailand, mereka base line-nya sudah hampir Rp 4 juta. Kita tidak minta upah seperti di Hong Kong, Korea, Taiwan yang base line-nya sudah belasan juta atau Jepang yang upah minimumnya sudah Rp 25 jutaan. Kalau dipatok dengan formula itu, maka upah minimum Indonesia semakin tertinggal dari negara lain," tandasnya.
Seperti diketahui, formula pengupahan untuk buruh tersebut tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi jilid IV. Kabarnya, formula ini akan segera ditetapkan Presiden Joko Widodo. (Dny/Zul)*