Setahun Jokowi-JK, Fundamental Ekonomi RI Terbangun

Koordinasi antar Kementerian dan Lembaga yang kurang matang menjadi poin penting dalam pemerintahan setahun jokowi-JK.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Okt 2015, 12:31 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2015, 12:31 WIB
20150902-Sidang-Kabinet-Jakarta
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berbincang sebelum memimpin rapat Kabinet di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/9/2015). Rapat membahas krisis ekonomi yang sedang dilanda Indonesia saat ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Setahun Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memimpin, ada beberapa pencapaian dan catatan atas kinerja pemerintahan. Koordinasi antar Kementerian dan Lembaga yang kurang matang menjadi poin penting sehingga dapat melemahkan konsep apik program Jokowi-JK.

Pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam mengungkapkan, sejak Jokowi memegang tampuk kepemimpinan sebagai Presiden RI, berbagai permasalahan datang bertubi-tubi yang semakin memberi tantangan bagi pemerintahan Kabinet Kerja. Hal ini tentu menghambat perjalanan ekonomi Indonesia sesuai ekspektasi pemerintah.

"Contohnya saja, fluktuasi atau volatilitas nilai tukar rupiah serta penurunan harga komoditas maupun anjloknya permintaan ekspor. Masalah-masalah ini sulit dikontrol dan membuat pemerintahan Jokowi tidak bisa tancap gas untuk mendorong kemajuan ekonomi Indonesia secara cepat," papar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (19/10/2015).

Latif menyoroti, keberhasilan pemerintah dalam membangun fundamental ekonomi Indonesia secara konsep. Upaya itu, antara lain, menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan subsidi tetap bagi Solar, memperkuat struktur ekspor dan konsisten melarang ekspor bahan mineral mentah meskipun kebijakan tersebut belum berjalan mulus.

"Pak Jokowi juga mengubah paradigma yang sangat fundamental menjanjikan daerah pinggiran atau desa sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi melalui dana desa dan lainnya. Lalu membangun poros maritim dengan 24 pelabuhan. Itu satu hal yang bisa diapresiasi," jelasnya.

Lebih jauh kata dia, dalam jangka pendek, pemerintah Jokowi pun bergerak cepat untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan beberapa cara. Yakni, menambah pemasukkan dolar AS di dalam negeri dengan mempromosikan sektor pariwisata.

Kebijakan yang diambil, membebaskan visa, mempermudah dan menyederhanakan izin investasi asing, mengharuskan penerimaan ekspor masuk ke dalam negeri, mempermudah ekspatriat memiliki rekening di dalam negeri dan sebagainya.

"Itu semua sudah dilakukan, tapi yang jadi masalah, bagaimana kebijakan itu bisa terkoordinasi dengan bagus. Misalnya antar Kementerian dan Lembaga, pemerintah dan otoritas moneter. Karena kelemahannya ada di koordinasi yang belum terlaksana dengan baik, sehingga melemahkan konsep-konsep yang bagus itu. Jadi ini pekerjaan rumah bagi pemerintahan Jokowi," pungkas Latif. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya