RI Harus Tarik Lebih Banyak Investasi dari China

Keinginan China berinvestasi di Indonesia masih sangat rendah sehingga jadi tantangan Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Jan 2016, 15:30 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2016, 15:30 WIB
20160111-Konferensi-Pers-Penerimaan-Pajak-2015-Jakarta-FRS
Menkeu, Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan resmi terkait penerimaan pajak tahun 2015 di Direktorat Pajak, Jakarta Senin, (11/1). Total penerimaan pajak adalah 7.15% angka tersebut lebih meningkat di tahun 2014. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini sudah saatnya bagi Indonesia untuk mendorong pertumbuhan investasi China di dalam negeri.

Bambang menuturkan, selama ini Indonesia dan China memiliki hubungan yang baik, namun sayangnya hubungan tersebut lebih besar pada sektor perdagangan. Sedangkan untuk sektor industri masih kecil.

"Kita harus menarik FDI (foreign direct invesment) langsung dari China. Dulu antara Indonesia dan China sangat besar keterkaitannya, tapi banyak didominasi di sektor perdagangan melalui ekspor-impor. Tapi itu waktu China pertumbuhan ekonominya baik," ujar dia di Jakarta, Rabu (27/1/2016).

Namun, saat kondisi ekonomi China tengah mengalami perlambatan seperti saat ini, kerja sama perdagangan tersebut tidak banyak memberikan keuntungan bagi Indonesia. Oleh sebab itu Indonesia harus mengubah ketergantungan pada perdagangan komoditas ke arah investasi.

"Tapi sekarang permintaan mereka berbeda. China sudah menawarkan investasi mereka. Strategi kita harus bergeser dari trading ke investasi. Bagaimana kita menarik FDI dari China. Jadi sekarang merupakan tantangan kita untuk menarik investasi potensi dari China untuk ditanam ke Indonesia," kata dia.

Namun demikian, hal ini bukan hanya sebatas bagaimana menarik minta para investor China, tetapi bagaimana mengawal agar minat tersebut terealisasikan. Lantaran selama ini masih banyak minat investasi yang minim realisasi.

"Bagaimana kita bisa membuat komitmen investasi dari China menjadi realisasi. BKPM ada rasio data realisasi berbanding komitmen. Jadi ada banyak komitmen tapi sedikit realisasi. Jepang berada di urutan nomor 1, banyak komitmen tapi realisasi masih sedikit. Nomor 2 Taiwan, dan nomor 3 itu Singapura, bahkan Amerika Serikat," jelas dia.

Saat ini, lanjut Bambang, minat investasi China masih sangat rendah. Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mendorong investasi China di dalam negeri.

"Sayangnya China jauh di bawah. Rasio untuk Jepang 40 persen-50 persen. China hanya 10 persen. Dari 100 komitmen, hanya 10 yang terealisasi. Keinginan China untuk berinvestasi di Indonesia masih sangat rendah. Ini tantangan kita, karena kunci sukses dari penanaman FDI. Kalau investor potensial mereka ingin punya partner yang dapat diandalkan. Karena bisa meningkatkan keinginan mereka investasi di Indonesia," tandas dia. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya