Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk menurunkan BI Rate atau tingkat suku bunga acuan dari 7,25 persen menjadi 7 persen. Namun, penurunan itu masih belum memuaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
JK menegaskan angka BI Rate harus lebih rendah lagi, sama besar dengan bank-bank lainnya di Asia. "Harus sama dengan rata-rata kredit yang diberikan bank-bank di Asia, 5 sampai 6 persen. Rata-rata ya. Kita ketinggian, kita harus turunkan lagi," tegas JK, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
JK juga menampik ada campur tangan dirinya dalam penurunan BI Rate hari ini. Penurunan yang terjadi merupakan bukti Bank Indonesia mendengarkan dan menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah saat ini.
Baca Juga
"Kita tidak mencampuri urusan kapan turunnya. Jangan lupa Undang-Undang BI berbunyi bahwa BI harus mendengarkan kebijakan umum perekonomian pemerintah, tidak berarti independen mau-maunya saja," tandas JK.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, RDG BI memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7 persen dari sebelumnya 7,25 persen. "Untuk suku bunga Deposit Facility juga turun jadi 5 persen dan Lending Facility pada level 7,5 persen," jelas dia.
Selain itu, BI juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) primer untuk mata rupiah turun 1 persen dari 7,5 persen ke 6,5 persen. Penurunan GWM Primer ini mulai berlaku pada 16 Maret 2016.
Agus melanjutkan, keputusan BI tersebut sejalan dengan pernyataan sebelumnya bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas makro ekonomi, serta mempertimbangkan pula dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global setelah kenaikan Fed-Fund Rate (FFR).
Pelonggaran lebih lanjut akan dilakukan setelah dilakukan assessment menyeluruh terhadap perekonomian domestik dan global dengan tetap menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.
BI juga akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural. Dengan demikian, diharapkan ini mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (Silvanus Alvin/Gdn)