Ini 3 Penghambat Realisasi Investasi Tiongkok

Franky menyebut ada 3 persoalan penting penghambat investasi Tiongkok.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 10 Mar 2016, 17:11 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2016, 17:11 WIB
20160108-BKPM-Siapkan-5-Strategi-Jakarta-AY
Kepala BKPM, Franky Sibarani (kiri) bersama dengan Deputi Dalaks, Azhar Lubis memberikan keterangan terkait strategi kejar target investasi 2016, Jakarta, Jumat (8/1). BKPM Menargetkan Rp 594,8 triliun untuk investasi di 2016. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta -  Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani melakukan langkah proaktif dengan memaparkan berbagai kemudahan layanan investasi di 250 pengusaha Tiongkok di Beijing, Tiongkok, hari ini. Franky menyebut ada 3 persoalan penting penghambat investasi Tiongkok.

Dalam kesempatan tersebut, dia menyampaikan beberapa kemudahan investasi seperti Layanan Izin Investasi 3 Jam, Layanan Jalur Hijau, Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK), dan regulasi investasi yang akan lebih terbuka melalui perbaikan DNI.

Franky menjelaskan bahwa ada tiga hal yang diidentifikasi sebagai penghambat realisasi investasi dari Tiongkok.

 

“Problem pertama adalah kendala bahasa investor Tiongkok, kemudian partner serta kawasan industri. Kami akan fokus mengurai persoalan yang telah disampaikan tersebut,” ujarnya, Kamis (10/3/2016).

Menurut Franky, salah satu hal yang sedang dimatangkan adalah terkait pendirian desk khusus Tiongkok yang diharapkan dapat menjembatani problem terutama terkait bahasa dan mitra lokal di Indonesia.

“Desk khusus akan diisi oleh orang yang menguasai bahasa mandarin sekaligus substansi investasi. Selain itu juga terkait mitra lokal, selama ini partner bisnis yang diambil oleh pengusaha Tiongkok lazimnya adalah berdasarkan pertalian saudara sehingga akhirnya realisasi investasinya menjadi lama,” paparnya.

Selanjutnya, untuk persoalan kawasan industri, Franky menyampaikan bahwa pemerintah akan meningkatkan jumlah kawasan industri diantaranya 15 kawasan industri baru. “Dengan demikian investor akan semakin memiliki banyak pilihan, termasuk kawasan industri yang telah mengimplementasikan KLIK sebanyak 14 kawasan industri,” jelasnya.

Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa untuk menunjukkan keistimewaan Tiongkok sebagai salah satu negara prioritas, tahun ini dirinya akan melakukan roadshow ke 10 provinsi di Tiongkok dalam 12 kali kunjungan kerjanya.

“Tahun ini, kami secara intensif berencana akan mengunjungi sekitar 10 provinsi di Tiongkok dengan total kunjungan sebanyak 12 kali atau yang tertinggi dibandingkan kunjungan kami ke negara-negara lain dalam rangka pemasaran investasi,” ungkapnya.

Investasi dari Tiongkok yang sepanjang tahun 2015 (tidak termasuk sektor hulu migas dan keuangan) mencapai US$ 628,3 juta, menempatkan Tiongkok sebagai investor terbesar ke-9 di Indonesia. Nilai tersebut di luar angka investasi RRT ke Indonesia yang juga tercatat melalui negara-negara lainnya sebesar US$ 1,53 miliar sehingga total investasi RRT pada tahun 2015 sebesar US$ 2,16 miliar atau meningkat sebesar 47% dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara dari sisi sektor investor Tiongkok berinvestasi ke Indonesia di bidang infrastruktur (listrik dan konstruksi), pengolahan logam dasar (smelter), pertambangan, perdagangan dan reparasi, dan tanaman pangan dan perkebunan.

“Namun apabila melihat sektor-sektor investasi lainnya dari Tiongkok ke dunia, kami mendorong pengusaha Tiongkok untuk berinvestasi pula di sektor Kawasan Industri, Energi Terbarukan, sektor telekomunikasi, komponen elektronik, industri mesin dan peralatan, serta industri kimia,” imbuh Franky.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala BKPM juga dijadwalkan melakukan one on one meeting dengan perusahaan Tiongkok yang berminat investasi di Indonesia serta menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara perusahaan pengelola kawasan industri di Tiongkok dengan calon tenant mereka dan REI. Perusahaan pengelola kawasan industri tersebut juga berminat untuk membangun kawasan industri di Indonesia.

Sedangkan Deputi Perencanaan Penanaman Modal Tamba Hutapea yang juga Deputy in Charge untuk pemasaran investasi Tiongkok tersebut, mendorong pengusaha Tiongkok untuk berinvestasi di bidang usaha-bidang usaha yang lebih terbuka dengan perubahan yang dilakukan dalam DNI. “Bidang usaha-bidang usaha yang didorong di antaranya distributor yang terafiliasi dengan produksi yang terbuka 100%, Industri bahan baku obat dibuka 100% dari sebelumnya 85%, maupun sejumlah bidang usaha termasuk semua bidang usaha yang terkait dengan industri film,” pungkasnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya