Ini Penyebab Penghematan Listrik Earth Hour di Jakarta Kecil

Rendahnya penghematan konsumsi listrik di Jakarta saat Earth Hour karena timbul gejala kota besar yang sangat bergantung pada listrik

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Mar 2016, 15:01 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2016, 15:01 WIB
20160319-Rayakan Earth Hour 2016, Masyarakat Padati Kawasan SCBD-Jakarta
Sejumlah karyawan Artha Graha berkumpul di kawasan SCBD Jakarta untuk memperingati Earth Hour 2016 dengan menyalakan lilin saat lampu-lampu di kawasan itu mulai dipadamkan selama satu jam pada Sabtu malam (19/3/2016). (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Earth Hour selama satu jam pemadaman listrik di Jakarta hanya mampu mengurangi beban puncak penggunaan listrik 80 Megawatt (Mw). PT PLN (Persero) beralasan Earth Hour berlangsung di akhir pekan sehingga konsumsi listrik tetap signifikan, terutama di Ibukota.

Deputi Manager Komunikasi dan Bina Lingkungan PLN Disjaya, Mambang Hartadi mengungkapkan, beban puncak konsumsi daya listrik pada saat imbauan pemadaman pukul 20.30-21.30 WIB berkurang menjadi 3.890 Mw. Sementara pada jam-jam tersebut, biasanya beban puncak mencapai 3.970 Mw di wilayah Jakarta.

"Artinya beban puncak listrik turun 80 Mw saat Earth Hour semalam," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (20/3/2016).

Jika dikonversi dalam Rupiah, Mambang bilang, 1 Mw sama dengan 1 juta watt. Penghematannya secara nilai bisa dihitung dengan pengalian biaya produksi listrik sebesar Rp 2.000 per watt. Dengan demikian, nilai penghematan listrik dari peringatan Earth Hour Rp 160 miliar.

"Memang termasuk kecil cuma 80 Mw. Sedangkan di Earth Hour tahun lalu penghematannya cukup besar sampai ribuan Mw, kalau tidak salah 2.000 Mw. Tapi itu untuk Jakarta dan wilayah Tangerang," terang Mambang.

Lebih jauh dijelaskannya, imbauan pemadaman listrik selama 60 menit di Ibukota seperti kurang digubris masyarakat. Apalagi kampanye global Earth Hour berlangsung pada akhir pekan, di mana warga Jakarta menghabiskan waktu libur dengan segala macam kegiatan yang menyedot daya listrik.

"Semalam kan malam minggu, jadi sulit ya lampu-lampu di jalan, taman dan tempat rekreasi mati karena masyarakat pada libur. Ini sudah masuk gejala kota besar, karena adanya kebutuhan dan ketergantungan pada listrik," tutur Mambang.

Ia berharap, ke depan masyarakat lebih memiliki kepedulian pada upaya penurunan emisi karbondioksida yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim.

"Toleransi juga lah buat saudara-saudara kita yang belum bisa menikmati listrik, untuk penyelamatan bumi dan lingkungan. Walaupun satu jam, besar sekali manfaatnya," tukas Mambang. (Fik/Zul)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya