Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah masih terus menjajaki kemungkinan Indonesia untuk masuk dalam kerja sama perdagangan Trans-Pasific Partnership (TPP). Dengan masuk TPP, Indonesia mempunyai peluang memperluas pasar.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak mengatakan, sebelum memutuskan untuk masuk dalam TPP, Menteri Perdagangan Thomas Lembong telah terlebih dahulu melakukan sejumlah penjajakan awal.
Beberapa perjanjian awal tersebut antara lain kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa atau European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA).
"TPPÂ masih dalam kajian kami. Di Menko Perekonomian juga sudah ada pembahasan soal ini. Tapi ada beberapa agreement EU-CEPA yang Pak Menteri sudah melakukan penjajakan tiga kali," ujar dia di Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Baca Juga
Menurut dia, masuknya Indonesia dalam TPP sebenarnya memberikan banyak keuntungan. Salah satunya, dapat mendorong ekspor Indonesia ke negara-negara yang turut serta dalam perjanjian tersebut, seperti Amerika Serikat (AS).
"TPP ini memberi kontribusi 15 persen. Dan trade agreement dengan Australia yang jadi prioritas kita," kata dia.
Wacana masuknya Indonesia dalam TPP masih terus bergulir. Pada Oktober 2015, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia adalah ekonomi terbuka, dengan kondisi bahwa Indonesia memiliki penduduk 250 juta jiwa.
"Dengan jumlah penduduk 250 juta, Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Indonesia bermaksud untuk bergabung dalam Trans-pacific Partnership," kata Jokowi.
Sudah sejak lama Indonesia menunjukkan sinyal bergabung pada kerja sama bidang ekonomi di wilayah Pasifik itu.
Dengan bergabung pada TPP, Indonesia akan memiliki peluang mengembangkan pasar ke negara-negara maju yang tergabung di dalamnya.
Sejumlah keuntungan didapat, seperti tarif yang rendah. Namun, di sisi lain, Indonesia juga harus mengikuti aturan main yang ditetapkan TPP, termasuk tarif murah dan tidak mengistimewakan badan usaha milik negara (BUMN).
TPP saat ini diikuti oleh 12 negara, yakni Brunei, Cile, Selandia Baru, Singapura, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Jepang, Malaysia, Meksiko, Peru, dan Vietnam. (Dny/Gdn)