Liputan6.com, Jakarta - Momen hari raya Idul Fitri identik dengan yang namanya Tunjangan Hari Raya alias THR. Semua buruh pasti menunggu momen saat mereka dapat THR dari perusahaan.
Kini, kabar baik juga berada di pihak buruh. Mereka yang baru bekerja selama satu bulan, juga berhak menikmati THR. Sebelumnya, THR baru bisa didapatkan bagi buruh yang lama kerjanya tiga bulan.
Namun selalu di mana aturan menguntungkan satu pihak, pihak lain merasa dirugikan. Pengusaha protes dengan aturan ini. Alasan mereka tentu, biaya kian membengkak karena jangkauan pekerja yang harus mereka beri THR semakin banyak.
Advertisement
Aturan Baru
Ketetapan buruh yang baru bekerja satu bulan dapat THR diatur dalam aturan terbaru yang diterbitkan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR). Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Aturan ini diundangkan mulai 8 Maret 2016.
Aturan ini secara resmi menggantikan Permenaker Nomor PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Dengan ada aturan ini, pekerja dengan masa kerja satu bulan berhak mendapatkan THR.
"Dalam peraturan baru, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan kini berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarannya dihitung secara proporsional sesuai dengan masa kerja," ujar Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Hanif mengatakan sebelumnya dalam Permenaker 4/1994 dinyatakan pembagian THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal tiga bulan. Namun berdasarkan Permenaker Nomor 6/2016, pekerja yang baru bekerja dengan masa kerja minimal satu bulan berhak mendapatkan THR.
Menurut peraturan yang lama, ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah bagi pekerja dan buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Selain itu, disebutkan pula setiap pekerja dan buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih maka berhak mendapatkan THR secara proporsional.
"Dalam peraturan yang baru, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja dan buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih. Hal itu berlaku bagi pekerja yang memilki hubungan kerja, termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu, (PKWT)," ia menjelaskan.
Hanif mengungkapkan THR Keagamaan merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja dan buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. Atau dapat ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan pekerja yang dituangkan dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB).
"Pembayaran THR bagi pekerja dan buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayarannya sesuai dengan hari keagamaan masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan," kata dia.
Besaran THR
Terkait besarnya THR, berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah, bagi pekerja dan buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan pekerja dan buruh yang bermasa kerja tiga bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional, dengan perhitungan jumlah masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.
Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dan lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja dan buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
Dalam peraturan tersebut, diatur juga mengenai pengawasan pelaksanaan pembayaran THR yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan serta adanya sanksi berupa denda dan sanksi administratif terhadap pengusaha dan perusahaan yang melakukan pelanggaran.
Hanif meminta para pengusaha agar segera penerapkan peraturan yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diundangkan yaitu 8 Maret 2016.
"Pihak Kemnaker sudah mulai melakukan sosialisasi mengenai peraturan THR ini dengan melibatkan lembaga kerjasama (LKS) tripartit yang didalamnya sudah termasuk asosisasi pengusaha Apindo, serikat pekerja dan serikat buruh dan perwakilan pemerintah. Jadi kami harap aturan ini dapat dijalankan segera," ia menegaskan.
Diprotes Pengusaha
Diprotes Pengusaha
Pengusaha merasa bebannya makin berat dengan aturan ini. Biasanya mereka tak masukkan buruh di bawah masa kerja 3 bulan saat pembagian THR, kini mereka tak boleh pandang bulu. Pengusaha harus merogoh kocek lebih dalam untuk memberikan THR bagi buruh yang baru 1 bulan bekerja.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Bahlil Lahadalia mengungkapkan, kebijakan tersebut sudah dipastikan akan memberatkan para pengusaha. Ia menuturkan, hal ini perlu dikaji ulang mengenai penerapannya.
"Kami membayar THR yang masa kerjanya 1 tahun saja sudah klapak-klipuk saat ini, bagaimana orang yang kerja 1-3 bulan minta THR, Masya Allah, bingung saya kadang-kadang," cerita Bahlil.
Dalam perumusan kebijakan itu, pemerintah tidak melibatkan pengusaha. Seharusnya, sebelum diputuskan para pengusaha dipanggil dan diminta masukan mengenai rencana kebijakan itu.
Hal yang tidak kalah penting adalah mengubah pola pikir para pekerja atau buruh, di mana jika ingin memperoleh banyak uang, harus dengan bekerja keras dan mampu meningkatkan kontribusi ke perusahaan masing-masing.
"Saya kebetulan pernah jadi karyawan. Karyawan itu maunya yang enak-enak saja, tapi karyawan itu kadang-kadang tidak pernah memosisikan diri kalau dia jadi owner," papar dia.
Untuk itu, ia akan melakukan protes kepada Kementerian Ketenagakerjaan. "Pasti akan dilakukan, karena sebuah kebijakan yang memberatkan pengusaha, itu pasti akan protes. Yang masuk-masuk akal lah permintaannya," tutur dia.
Buruh Minta Ada Ketegasan Soal THR
Pengusaha menolak, buruh yang diuntungkan tentu saja sumringah dengan aturan ini. Mereka ingin aturan ini diikuti secara tegas.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, sebenarnya tidak ada hal baru yang terdapat dalam ketentuan Permenaker ini. Itu karena selama ini para pekerja telah mendapatkan THR meski baru satu bulan bekerja.
"Permenaker tentang THR yang baru ini tidak ada yang istimewa. Hanya penegasan hukum tertulis soal pemberian THR yang sudah berjalan sejak tahun 1994," ujar dia.
Dia menjelaskan, selama ini pekerja dengan masa kerja satu bulan mendapatkan THR dengan perhitungan proporsional. Hal secara umum diterapkan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.
"Dari sisi aturan tertulisnya kita apresiasi, tapi dalam implementasi di lapangan dari dulu pekerja masa kerja satu bulan pun sudah dapat THR yang dibayar proporsional satu perdua belas dikali upah yang diterima," kata dia.
Said menuturkan, hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja yaitu soal penegakan hukum bagi perusahaan-perusahaan yang menjalankan kewajiban untuk membayar THR.
Dia menilai, selama ini penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tersebut lemah sehingga pekerja yang menjadi korban.
"Yang dibutuhkan pekerja adalah penegakan hukum (law enforcement) bagi pengusaha yang tidak bayar THR yaitu sanksi yang memberikan efek jera dalam bentuk sanksi perdata dan pidana. Bukan hanya sanksi administrasi yang tidak jelas bentuk eksekusinya. Bisa dipastikan tetap akan banyak perusahaan yang tidak bayar THR karena tidak ada sanksi yang memberi efek jera," ujar Said.
Sanksi Bagi Perusahaan
Jika tak ikut aturan, jelas ada sanksi yang menunggu. Tak terkecuali bagi mereka yang ogah memberikan THR untuk buruh yang masa kerjanya baru 1 bulan.
Pemerintah berjanji akan mengawasi pemberian THR di hari raya nanti. Hanif Dhakiri mengatakan, sebagai tindak lanjut dari aturan ini, pihaknya telah menyiapkan sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan yang tidak membayar THR kepada pekerja dengan masa kerja 1 bulan.
"Jika ada perusahaan yang tidak membayarkan THR sesuai ketentuan yang telah diatur, maka perusahaan tersebut akan diproses sesuai dengan mekanisme sanksi yang telah ditetapkan," ujar dia.
Dalam peraturan baru, bila ada pengusaha atau perusahaan yang tidak menjalankan aturan THR yang baru itu atau terlambat membayarkan THR, maka siap-siap terkena denda dengan membayar 5 persen dari total THR para pekerjanya.
"Ya harus diterapkan dan dijalankan. Prinsipnya orang pada saat memiliki hubungan kerja, maka dia berhak terhadap THR," kata Hanif.
Hanif mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan siap mengawal penerapan aturan baru pembayaran THR yang mulai berlaku sejak 8 Maret 2016 ini. Pada aturan sebelumnya, pemberian THR oleh pengusaha atau perusahaan kepada pekerja atau buruh dilakukan apabila masa kerja minimal sudah mencapai 3 bulan.
"Pengawasannya jalan terus. Baik itu pengawasan ketenagakerjaan langsung dari Kementerian Tenaga Kerja atau pengawasan melalui dinas-dinas di daerah," kata dia.
Sebelumnya pada 2 April 2016, para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) memprotes kebijakan Kementerian Tenaga Kerja yang mengharuskan kepada pengusaha untuk memberikan THR kepada para pekerja dengan masa kerja 1 bulan. (Zul/Ahm)
Advertisement