Liputan6.com, Jakarta - Di tengah anjloknya harga minyak dunia sepanjang tahun lalu, PT Pertamina (Persero) masih mampu mencetak laba bersih senilai US$ 1,42 miliar atau setara Rp 18,9 triliun (estimasi kurs Rp 13.500 per dolar AS) pada periode 2015. Dengan pencapaian tersebut, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini sepakat menyetor dividen ke negara senilai Rp 6,8 triliun.
Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengungkapkan, harga minyak dunia pada tahun lalu terseret ke bawah hingga 60 persen dari US$ 106 per barel menjadi US$ 42 per barel. Kondisi ini berpengaruh terhadap kinerja keuangan Pertamina meskipun tidak separah perusahaan migas di dunia yang berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Dengan efisiensi kita tingkatkan, kebocoran saat distribusi migas dikurangi, serta strategi lainnya, kita masih mampu meraih laba bersih US$ 1,42 miliar. Sedangkan pendapatan yang dibukukan tahun lalu mencapai US$ 41,76 miliar, dan EBITDA US$ 5,13 miliar sehingga dividen ditetapkan Rp 6,8 triliun dari laba perusahaan,” ujarnya saat Konferensi Pers di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (31/5/2016).
Baca Juga
Dari laporan keuangan yang dirilis, nilai pendapatan Pertamina ini tercatat turun signifikan 40,34 persen dari periode 2014 lalu yang mencapai US$ 70 miliar. Sementara laba bersih tahun ini turun tipis 1,82 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar US$ 1,45 miliar. Namun EBITDA margin justru meningkat 49,82 persen dari 8,20 persen menjadi 12,28 persen.
“EBITDA margin ini tertinggi sepanjang dalam 5 tahun terakhir,” tambah Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman.
Dijelaskannya, pendapatan perseroan ditopang dari sisi hulu sebesar 60 persen, dan hilir 40 persen. Untuk diketahui, produksi hulu migas Pertamina tahun lalu naik 11 persen dari 548,5 ribu barel setara minyak per hari menjadi 606,7 ribu barel per hari. Di mana produksi gas menyumbang pertumbuhan signifikan 18 persen dari semula 1,61 BSCFD menjadi 1,90 BSCFD. Produksi panas bumi pun terkerek naik 8 persen menjadi 3.056,82 Gwh setara listrik.
Dari sisi pemasaran, penurunan harga produk dan semakin bervariasinya merek produk Pertamina berdampak pada peningkatan kinerja bisnis hilir. Pertalite sebagai produk baru bahan bakar minyak (BBM) non subsidi yang baru diluncurkan pada Juli lalu telah terjual sebesar 373.040 kiloliter (KL) hingga akhir 2015. Pelumas Pertamina tetap menjadi penguasa pangsa pasar dengan capaian 59,1 persen.
“Kita juga sudah merealisasikan atau mebayar utang sebesar US$ 4,07 miliar selama 2015. Hal ini menunjukkan bahwa keuangan perseroan sehat, karena kita pun masih melakukan investasi dengan nilai US$ 3,62 miliar dan 75 persen porsinya untuk investasi di bisnis hulu migas,” pungkas Arif.