Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memutuskan acuan formula harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) baru dengan mengikuti harga minyak di pasar internasional yang sesuai dengan kondisi pasar perminyakan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, ‎acuan formula ICP berdasarkan pendekatan beberapa indikator minyak di pasar internasional yaitu Brent, Platts dan RIM. Hal tersebut telah disetujui Menteri ESDM Sudirman Said dan berlaku untuk ICP Juli.
‎"Sudah menteri sudah setuju. Juli ini sudah bisa," kata Wiratmaja, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/7/2016).
Wiratmaja mengungkapkan, pembentukan ICP dibuat fleksibel mengacu pada salah satu jenis minyak di atas yang harganya sesuai dengan kondisi yang ada. Dengan begitu acuannya akan berubah setiap bulan. Perubahan acuan formula tersebut agar ICP mengikuti kondisi pasar minyak.
Baca Juga
"Jadi bulan ini bagaimana formulanya. Bulan depan bagaimana, di-adjust dengan harga rata-rata minyak dunia. Kalau terlalu rendah penerimaan kurang, tapi kalau terlalu tinggi tidak ada yang beli," ujar Wiratmaja.
Sejak 2007, formula ICP tidak mengalami perubahan dengan mengacu pada minyak internasional jenis RIM dan ‎Platts. Pembentukan ICP dengan komposisi perhitungan 50 persen RIM dan 50 persen Platts.
Seperti diketahui, RIM adalah lembaga independen pasar minyak pertama di Jepang yang didirikan pada 1984. Sedangkan Platts adalah penyedia data harga energi dan informasi pasar energi global yang bermarkas di Singapura.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai perubahan formula patokan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP)Â akan meningkatkan investasi hulu migas dan penerimaan negara.
Advertisement
Harga Minyak RI Selama Ini Mengacu RIM dan Platts
Kepala Humas SKK Migas, Taslim Z. Yunus mengatakan‎, formula ‎harga minyak Indonesia sejak 2007 sampai saat ini mengacu pada Plats dan Rims, namun dengan acuan tersebut membuat lever ICP berada di bawah harga minyak WTI dan Brent. "Nah efeknya adalah harga minyak kita rendah di mata dunia internasional," ujar Taslim.
Taslim menuturkan, perubahan formula ICP mendekati WTI dan Brent maka akan membuat level ICP terdongkrak. Hal tersebut akan menarik investasi karena harga minyak yang diproduksi lebih mahal.
"Kalau nanti diubah dan bersaing dengan WTI dan Brent berarti harga minyak lebih naik dan investasi akan lebih menarik," tutur Taslim.
Taslim melanjutkan, selain berdampak padan peningkatan minat investasi juga berdampak pada peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dengan begitu penerimaan negara ‎dari sektor hulu migas akan bertambah.
"Otomatis kalau ICP naik berarti ada peningkatan PNBP migas karena itu pengaruh pada revenue," ungkap Taslim.
Taslim mengungkapkan, investasi hulu migas semester I ‎2016 mencapai US$ 5,56 miliar turun 27 persen dibanding investasi pada periode yang sama 2015 US$ 7.74 miliar.
Taslim menambahkan, rea‎lisasi investasi sektor hulu migas pada semester I 2016 masih jauh dari target investasi migas 2016 bahkan belum mencapai 50 persen dari target sebesar US$ 17,21 miliar.
‎"Total investasi semeter I 2016 5,65 miliar masih kecil dibanding investasi 2016 belum ada 50 persennya," ungkap Taslim.
Investasi sampai semester I 2016 tersebut terdiri dari investasi eksplorasi US$ 367 juta, pengembangan US$ 845 juta, produksi US$ 3,922 juta, dan administrasi US$ 521 juta. "Jadi total investasi semester I 2016 mencapai US$ 5,65 miliar," tutur Taslim. (Pew/Ahm)
Advertisement