Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, kembali menegaskan komitmen pemerintah dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Kali ini, fokusnya tertuju pada hidrogen, yang disebutnya sebagai energi alternatif masa depan.
"Saya pikir ini menjadi salah satu alternatif untuk pengganti fosil dalam rangka menuju kepada Net Zero emission di 2060," kata Bahlil dalam konferensi pers Global Hydrogen Ecosystem 2025 Summit and Exhibition, di JCC, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Dalam pembukaan Global Hydrogen Ecosystem 2025 Summit and Exhibition, Bahlil menyampaikan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari program Asta Cita yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.
Advertisement
Menurutnya, pengembangan energi hidrogen bukan sekadar tren, tapi bagian dari strategi besar menuju swasembada energi nasional.
"Kita membuka pameran untuk hidrogen dan ini merupakan salah satu dari program Asta Cinta Bapak Presiden dan ini menyangkut dengan swasembada energi dan memakai energi baru dan barukan," ujarnya.
Bisa Dihasilkan dari Batu Bara
Bahlil menyebut bahwa hidrogen bisa dihasilkan dari berbagai sumber daya lokal seperti batu bara, gas alam, dan bahkan air, semuanya melalui proses yang memanfaatkan energi terbarukan. Dengan kata lain, ini juga bagian dari hilirisasi sumber daya alam yang selama ini digenjot pemerintah.
"Di satu sisi ini merupakan bagian daripada hilirisasi sebab bahan baku daripada hidrogen ini adalah bisa memakai batu bara, bisa memakai gas, dan juga bisa memakai air dengan processing itu memakai energi baru-barukan," ujarnya.
Tak sekadar meresmikan pembukaan acara Global Hydrogen Ecosystem 2025 Summit and Exhibition 2025, Bahlil juga sempat menjajal langsung kendaraan berbahan bakar hidrogen.
Bahlil mengaku sangat antusias saat mencoba Toyota Crown bertenaga hidrogen yang baru saja mendarat di Indonesia.
"Tadi saya tes mobilnya. Toyota Crown tadi. Paten kali, teman-teman media kalau mau pingin punya silahkan hubungi Toyota ya," ujar Bahlil.
Â
Pemerintah Bakal Kembangkan Mobil Hidrogen
Â
Bahlil mengatakan, Pemerintah Indonesia kini tengah membuka peluang baru di sektor energi, kali ini lewat pengembangan kendaraan berbahan bakar hidrogen.
Ia menyebut langkah ini sebagai salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak sekaligus wujud nyata komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement, meski Amerika Serikat sang penggagas perjanjian iklim ini sudah mundur dari kesepakatan tersebut.
"Cara kita untuk mengurangi impor adalah memanfaatkan potensi bahan bakar pengganti fosil. Bisa B40, bisa baterai listrik, mobil baterai, dan bisa juga hidrogen," ujar Bahlil.
Bahlil tidak menampik bahwa perjalanan menuju era hidrogen ini tak semudah membalik telapak tangan. Ia mengakui bahwa pengembangan teknologi hidrogen, khususnya untuk kendaraan, masih menghadapi berbagai tantangan mulai dari tingginya biaya hingga ekosistem yang belum terbentuk secara matang.
"Nah hidrogen ini barang baru. Kenapa barang baru? Karena kalau kita compare dia dengan mobil listrik, biaya hidrogennya memang masih mahal dan teknologinya kan ke sini-ke sini mudah-mudahan bisa kita mendapatkan yang lebih murah," ujarnya.
Â
Advertisement
Bakal Berikan Insentif Percepatan Mobil Hidrogen
Sebagai bentuk dukungan nyata, pemerintah juga tengah menggodok skema insentif bagi pelaku industri yang tertarik mengembangkan kendaraan hidrogen mirip dengan insentif untuk kendaraan listrik.
"Insentifnya kita lagi bahas lah. Kalau sudah ada baru. Jadi kita lagi tanya siapa yang masuk, siapa yang melakukan investasi. Kita minta proposal mereka. Kalau itu oke, kita akan jalankan," pungkasnya.
