Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat investasi hulu migas pada semester I 2016 baru mencapai US$ 5,56 miliar. Jumlah investasi pada tengah tahun pertama di 2016 ini berada di bawah tahun lalu karena penurunan harga minyak dunia.
Kepala Humas SKK Migas Taslim Z Yunus mengatakan, investasi hulu migas semester I 2016 mencapai US$ 5,56 miliar, turun 27 persen dibanding investasi pada periode yang sama 2015 yang tercatat US$ 7,74 miliar.
"Dibanding 2015, semester pertama tahun ini turun 27 persen," kata Taslim, dalam media gathering SKK Migas, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/7/2016).
Advertisement
Taslim melanjutkan, realisasi investasi sektor hulu migas pada semester I 2016 masih jauh dari target investasi migas 2016 bahkan belum mencapai 50 persen dari target sebesar US$ 17,21 miliar. "Total investasi semeter I 2016 5,65 miliar masih kecil dibanding investasi 2016 belum ada 50 persen," ungkap Taslim.
Baca Juga
Investasi sampai semester I 2016 tersebut terdiri dari investasi eksplorasi US$ 367 juta, pengembangan US$ 845 juta, produksi US$ 3,922 juta, dan admistrasi US$ 521 juta. "Jadi total investasi semester I 2016 mencapai US$ 5,65 miliar," tutup Taslim.
Taslim menyatakan bahwa penerimaan negara dari sektor hulu migas masih rendah, meski target lifting migas telah tercapai. Penerimaan negara dari sektor hulu migas sampai semester I tahun ini mencapai US$ 4,23 miliar. Bila dibandingkan target dalam rencana kerja dan anggaran 2016 sebesar US$ 7,07 miliar, maka realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas baru mencapai 59,8 persen.
"Jadi penerimaan negara lebih kecil dari target rencana kerja anggaran US$ 7,07 miliar," kata Taslim.
Meski lifting migas pada semester I telah mencapai target Rencana Kerja anggaran 2016, tetapi penerimaan negara dari sektor hulu migas belum mencapai target.
Hal tersebut seiring penurunan harga minyak dunia yang berimbas pada harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP).
Taslim mengungkapkan, dalam rencana kerja anggaran, ICP tercantum US$ 40 per barel. Namun, realisasi rata-rata ICP hanya sebesar US$ 36,16 per barel atau baru mencapai 90,4 persen dari target.
"Jadi masalah capaian ICP, kita target US$ 40 per barel capaian US$ 36,16 hanya 90,4 persen. Jadi penerimaan negara lebih kecil dari US$ 7,07 miliar ," tutur dia.