Ada Tax Amnesty, Posisi Sri Mulyani Penuh Risiko?

Posisi Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro penuh dengan risiko.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jul 2016, 18:34 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2016, 18:34 WIB
Ada Tax Amnesty, Posisi Sri Mulyani Penuh Risiko?
Posisi Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro penuh dengan risiko.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Riset Mandiri Sekuritas John Rachmat mengatakan, posisi Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro penuh dengan risiko. Pasalnya, pergantian tersebut posisi tersebut berlangsung di tengah berjalannya program pengampunan pajak (tax amnesty).

John mengungkapkan, pergantian tampuk kepemimpinan Kementerian Keuangan pada reshuffle jilid II mengagetkan para pelaku pasar. Pasalnya, nama Sri Mulyani sebelumnya tidak pernah disebut-sebut dalam isu reshuffle Kabinet Kerja.

"Pada dasarnya, para pengamat pasar modal kaget dengan pengumuman Sri Mulyani kembali sebagai Menteri Keuangan untuk kedua kalinya. Ini keputusan yang inspiratif tetapi juga berisiko," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (30/7/2016).

‎John menjelaskan, posisi Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan juga rawan untuk disalahkan. Hal ini terjadi jika target pencapaian penerimaan negara dari program tax amnesty sebesar Rp 165 triliun tidak tercapai.

"Target pemerintah terhadap pendapatan tax amnesty sebesar Rp 165 triliun. Tetapi kami percaya hanya Rp 60 triliun-Rp 70 triliun yang realistis pada tahun ini, dan Rp 80 triliun-Rp 90 triliun jika sampai program ini berakhir, yaitu pada Maret 2017. Lantas akankah Sri Mulyani disalahkan untuk ini jika target tersebut tidak tercapai?" kata dia.

Selain itu, asumsi-asumsi yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 juga menjadi pekerjaan rumah Sri Mulyani dalam lima bulan ke depan. Jika asumsi-asumsi tersebut juga tidak tercapai, maka mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga rawan untuk disalahkan.

"Revisi APBN (APBNP) 2016 adalah kesempatan dengan begitu banyak ketidaksempurnaan. Jika realitasnya berubah menjadi sangat berbeda, bagaimana?," tandas dia. (Dny/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya