OJK Jamin Dana Repatrisi Tak Picu Gejolak di Pasar Keuangan

OJK optimistis aliran dana repatriasi dalam program tax amensty (pengampunan pajak) tak menimbulkan bubble.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Agu 2016, 15:45 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2016, 15:45 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, banyaknya pintu masuk bagi dana repatriasi tersebut membuat potensi bubble minim.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, banyaknya pintu masuk bagi dana repatriasi tersebut membuat potensi bubble minim.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis aliran dana repatriasi dalam program tax amensty (pengampunan pajak) tak menimbulkan bubble atau ketidakwajaran di pasar keuangan. Pemerintah telah menyiapkan banyak pintu masuk atau gateway untuk menampung dana tersebut sehingga potensi bubble bisa diminimalisir.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, banyaknya pintu masuk bagi dana repatriasi tersebut membuat potensi bubble minim. Apalagi, pintu masuk tidak hanya dalam investasi portofolio namun juga di sektor riil.

"Tentu sudah menjadi perhatian sepanjang outlet tersedia terutama karena repatriasi tidak hanya berhenti di surat berharga tapi diizinkan pindah sektor riil," kata dia dalam acara Indonesia Ecconomy: Review on Financial and Banking Sector di Unika Atma Jaya, Jakarta, Senin (15/8/2016).

Dia mengatakan, pemerintah sendiri telah membuka beberapa pintu masuk seperti infrastruktur dan sektor properti.

"Apakah bangun pabrik, ikut proyek BUMN, apakah beli properti. Saya kira ko menduga akan ada outlet memadai jadi mudah-mudahan tidak terjadi bubble," ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah NKRI dan Penempatan Pada Investasi di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak.

Dikutip dalam laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, aturan yang terdiri dari 15 pasal ini ditetapkan dan diundangkan pada 8 Agustus 2016.

Aturan ini ditetapkan Sri Mulyani dan diundangkan Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Widodo Ekatjahjana.

Pasal 3 ayat (2) PMK 122 menyebutkan, pengalihan dana dari luar negeri ke wilayah NKRI harus dilakukan ke dalam rekening khusus pada bank persepsi yang ditunjuk sebagai gateway dalam rangka pengampunan pajak. Harta berupa dana tersebut harus diinvestasikan di Indonesia seperti yang tertuang dalam ayat (3).

Syarat pengalihan di ayat (4), harta berupa dana repatriasi ditempatkan WP di dalam negeri setelah 31 Desember 2015 dan sebelum Surat Keterangan terbit.

Sedangkan di Pasal 4 ayat (2), investasi atas repatriasi dana dilakukan paling singkat tiga tahun terhitung sejak dana dialihkan ke rekening khusus pada bank persepsi yang ditunjuk sebagai gateway.

Sementara di Pasal 6 ayat (1) menjelaskan, dana repatriasi pada rekening khusus, dapat diinvestasikan dalam bentuk:

- investasi infrastruktur melalui kerjasama pemerintah dengan badan usaha
- investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan pemerintah
- investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang didirikan di atasnya
- investasi langsung pada perusahaan di wilayah NKRI
- investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan/lantakan, dan/atau
- bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Dijelaskan lagi di Pasal 8, ayat (1) adalah investasi dari dana repatriasi dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal. Ayat (2), sektor yang menjadi prioritas pemerintah dalam investasi sektor riil meliputi sektor yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Ayat (3), investasi dalam bentuk properti tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Sedangkan syarat investasi logam mulia di ayat (4) disebutkan, emas batangan/lantakan dengan kadar kemurnian 99,99 persen.

Serta emas batangan/lantakan merupakan emas yang diproduksi di Indonesia dan mendapat akreditasi dan sertifikat dari Standar Nasional Indonesia (SNI), dan atau London Bullion Market Association (LBMA). (Amd/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya