Ini Syarat Agar Pertamina Bisa Beri Subsidi Gas Seperti Petronas

PT Pertamina (Persero) sanggup memberikan subsidi untuk harga gas agar konsumen bisa menikmati harga gas yang murah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Okt 2016, 21:08 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2016, 21:08 WIB
20151028-Pertagas Niaga Serius Garap Potensi Pasar Ritel LNG-Kaltim
Direktur Teknik dan Komersial Pertagas Niaga Eko Agus Sardjono (kiri) bersama Direktur Operasi Badak NGL Yhenda Permana melihat proses pengisian LNG dari Plant 26 di area kilang LNG Badak, Kalimantan Timur, Rabu (28/10). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) sanggup memberikan subsidi untuk harga gas agar konsumen bisa menikmati harga gas yang murah. Namun untuk bisa memberikan subsidi tersebut, perusahaan BUMN itu memberikan syarat.

Vice President LNG Pertamina Didik Sasongko Widi‎ mengatakan, harga gas di Malaysia sangat murah jika dibandingkan dengan harga gas di Indonesia. Di negara tetangga tersebut, harga gas bisa mencapai US$4 per MMBTU.

Selisih harga gas tersebut bisa mencapai US$ 6 per MMBTU jika dibandingkan dengan Indonesia karena di Indonesia tercatat US$ 10 per MMBTU.

Harga gas di Malaysia bisa lebih murah karena pemerintah memberikan subsidi melalui Petronas, badan usaha yang menyalurkan gas. Petronas berani mensubsidi harga gas yang dijual karena berperan sebagai agregator gas, dengan begitu Petronas menjadi pengelola tunggal gas di Malaysia.

‎"Pertonas bisa subsidi ya karena dia agregator di sana," kata Didi, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (7/10/2016).

Pertamina juga bisa seperti Petronas, tetapi Pertamina juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan Petronas, yaitu menjadi agregator gas.

Namun hal tersebut tidak mudah, karena perlu dilakukan penyesuaian aturan. "Pertamina bisa? Ya bisa. Tapi jadikan dulu sebagai agregator, peraturannya kita sesuaikan dulu," tutur Didi.

Sebab lain harga gas di Malaysia lebih murah karena proses perizinan pembangunan infrastruktur gas lebih mudah, sehingga biaya investasi pembangunan infrastruktur gas menjadi lebih rendah. Sedangkan di Indonesia jauh lebih sulit.

"Kalau di Jawa kenapa mahal? Kita lihat, izin di Malaysia selesai satu tahun. Kalau di sini belum tentu selesai satu tahun, di Amerika justru tidak perlu izin," tutup Didi. (Pew/Gdn)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya