Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mesti mengeluarkan biaya investasi sekitar Rp 70 triliun untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Namun, hingga saat ini pemerintah belum memutuskan untuk membangun pembangkit listrik tersebut.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot S Wisnubroto menerangkan, nominal Rp 70 triliun tersebut mengacu pada pembangunan PLTN di Uni Emirat Arab.
"Untuk membangun bangun PLTN contoh Uni Emirat Arab itu membutuhkan Rp 70 triliun untuk 1 PLTN berdaya 1.400 MW," kata dia dalam acara Teknologi Nuklir Modern: Workshop untuk Media di Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Advertisement
Dia mengatakan, harga jual listrik dari PLTN cukup kompetitif. Hal itu berdasarkan perhitungan PT PLN.
"Harga listrik PLN pernah hitung 6-8 sen dolar per kwh jadi mungkin cukup kompetitif," tambah dia.
Dia menerangkan, terkait kesiapan membangun PLTN, Indonesia telah memiliki modal. Modal itu berupa perguruan tinggi yang memiliki pembelajaran soal nuklir. Sebut saja Universitas Gadjah Mada (UGM), Intitut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI).
Terkait wilayah, dia bilang Batan telah melakukan studi di beberapa daerah Indonesia. Salah satu acuan tempat yang layak untuk pembangunan PLTN ialah wilayah tersebut harus minim potensi gempa.
"Yang sudah dilakukan studi tapak itu Jepara, Bangka. Yang punya keinginan Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Otoritas Batam," imbuh dia.
Dari sisi teknologi, dia menuturkan Indonesia bisa mengadopsi dari beberapa negara lain yang telah memiliki PLTN.
"Dari sisi lokasi kita sudah melakukan studi tapak di beberapa lokasi, tinggal pilih mana, dari sisi teknologi otomatis bisa adopsi Rusia, Jepang, Korea, Tiongkok atau Amerika," tukas dia.