Tekan Biaya Listrik, PLN Ingin Miliki Aset Panas Bumi Chevron

PLN memiliki kesiapan dana untuk mengambilalih aset EBT pada WKP Salak dan Darajat.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 21 Okt 2016, 17:55 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2016, 17:55 WIB
PLN memiliki kesiapan dana untuk mengambilalih aset EBT pada WKP Salak dan Darajat.
PLN memiliki kesiapan dana untuk mengambilalih aset EBT pada WKP Salak dan Darajat.

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) ingin dapat mengelola aset Wilayah Kerja Panas bumi (WKP) Drajat dan Salak yang saat ini‎ dikelola PT Chevron Indonesia. Langkah ini untuk efisiensi biaya listrik.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka mengatakan, PLN‎ mendukung penuh upaya Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pengembangan dan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

Pemanfaatan EBT ditargetkan mencapai sekitar 23 persen dari keseluruhan total energi pada 2025, dengan mencanangkan pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 22.000 Mega Watt (MW).

‎"Peningkatan kapasitas produksi pembangkit listrik berbasis EBT akan bersumber utama dari panas bumi, yaitu sebesar 6.200 MW," kata Made, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (21/10/2016).

Made menuturkan, salah satu bentuk komitmen PLN dalam pemanfaatan EBT, dengan mengelola dan mengoperasikan PLTP Salak unit 1, 2, 3 berkapasitas 165 MW dan PLTP unit 1 Darajat berkapasitas 55 MW.

Selain itu, PLN juga telah mempunyai Perjanjian Jual Beli uap dan Jual Beli Listrik (PJBTL) atau Power Purchase Agreement (PPA) dengan pihak Chevron selaku pemilik aset di dua Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) tersebut. Pada PLTP Salak kapasitas 377 MW dan PLTP Darajat kapasitas 255 MW.

"Kami telah memiliki kerja sama  dengan Chevron, baik untuk pembelian uap panas bumi 237 MW dan pembelian listrik 395 MW dengan harga yang tetap sampai tahun 2040," ujar Made.

Made menjelaskan, PPA yang sudah dimiliki PLN dengan Chevron telah mengatur harga uap panas bumi maupun harga jual beli listrik. Saat ini masih terdapat pemisahan antara harga uap panas bumi dan harga listrik karena tidak semua uap yang dihasilkan masuk ke pembangkit listrik PLN.

Jika seluruh aset WKP dapat dimiliki PLN tentu saja hal ini akan menekan Biaya Pokok Produksi yang akan berimbas kepada harga jual listrik kepada masyarakat.

"Setelah kontrak berakhir, secara kontraktual PLN tidak memiliki kewajiban untuk memberikan kenaikan harga sepanjang masa PPA. Serta tidak memiliki kewajiban untuk memperpanjang PPA," ujar  Made.  

Ia menuturkan, dengan ada rencana Chevron untuk menjual seluruh asetnya di area Salak dan Darajat, PLN berkeinginan untuk mendapatkan aset-aset Chevron tersebut.

Tujuannya adalah melakukan integrasi bisnis hulu dan hilir panas bumi yang diyakini akan dapat menurunkan Biaya Produksi PLN, sehingga pada akhirnya akan dapat menurunkan tarif listrik untuk masyarakat dan industri.

Keinginan PLN untuk memperoleh aset WKP Salak dan Darajat merupakan salah satu wujud keseriusan PLN mengembangkan dan mengelola EBT di Indonesia.Selain itu, menjadikan PLN sebagai pengelola panas bumi terbesar dengan total kapasitas 995 MW.

Untuk merealisasikan hal ini, PLN juga telah memiliki kesiapan dana untuk mengambil alih aset EBT pada WKP Salak dan Darajat.

Ketertarikan PLN terhadap aset-aset WKP Salak dan Darajat yang saat ini dimiliki Chevron selaras dengan maksud dan tujuan PLN untuk fokus mengembangkan PLTP dengan kapasitas besar dan demi mewujudkan pemanfaatan EBT hingga 23 persen pada 2025 sesuai dengan keinginan Pemerintah Indonesia.
 
PLN telah mengoperasikan PLTP sejak1982. Saat ini PLN telah mengoperasikan PLTP berkapasitas 600 MW atau 40 persen dari total 1.500 MW kapasitas terpasang di Indonesia. (Pew/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya