Jokowi Minta Dolar AS Tak Jadi Tolak Ukur Ekonomi, Ini Kata BI

Tidak mudah bagi rupiah lepas dari mata uang dolar Amerika Serikat dalam perdagangan internasional.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Des 2016, 19:06 WIB
Diterbitkan 06 Des 2016, 19:06 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) ‎meminta agar dolar Amerika Serikat (AS) tidak dijadikan tolok ukur untuk melihat perekonomian Indonesia. ‎Kurs rupiah harusnya disandingkan dengan mata uang negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Jepang, China, dan Eropa.

Kepala Departemen Kebijakan dan Moneter Bank Indonesia (BI), Juda Agung‎ mengaku, selama ini Indonesia selalu membandingkan rupiah dengan mata uang semua negara, seperti dolar AS, Yuan Renmimbi, Yen, dan Euro.

"Mitra dagang dan pesaing kita menghitung apakah nilai tukar rupiah masih kompetitif atau tidak. Jadi yang namanya Real Effective Exchange Rate (REER), adalah sekumpulan mata uang yang mempunyai bobot sesuai dengan perdagangan negara kita, jadi tidak bisa melihatnya satu mata uang, tapi banyak mata uang," jelasnya di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution sebelumnya menegaskan, tidak mudah bagi rupiah lepas dari mata uang dolar Amerika Serikat dalam perdagangan internasional. Alasannya, dolar AS masih menjadi referensi utama perdagangan dunia.

"Itu tidak mudah lho, perlu persiapan khusus antar negara yang satu dengan lainnya. Tidak mungkin juga pakai kalkulator rupiah dengan dolar AS segini, dengan Baht segini, tidak semudah itu," jelasnya.

Sebelumnya, Jokowi menegaskan bahwa mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) bukanlah tolok ukur yang tepat untuk mengukur perekonomian Indonesia. Paling pas, membandingkan rupiah dengan mata uang negara-negara mitra dagang terbesar Indonesia, seperti Jepang, Tiongkok, Eropa, dan negara lainnya.

Jokowi menyoroti kebijakan ekonomi Donald Trump yang lebih bersifat reflasi. Di mana kurs dolar AS akan mencerminkan antisipasi pasar bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan semakin menguat dan inflasi dolar akan melonjak.

"Jadi dolar nanti akan jalan sendiri. Itu artinya kurs rupiah-dolar AS semakin tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Karena selama ini selalu melihatnya ke sana terus, padahal bukan cerminan fundamental Indonesia," terangnya.

Menurut Jokowi, ekspor Indonesia ke AS sekitar 9 persen-10 persen dari total ekspor. Dengan prosentase ekspor sebesar itu, lanjutnya, persepsi ekonomi Indonesia selalu dikaitkan atau diukur dengan dolar AS.

"Kalau ekonomi kita hanya diukur pakai dolar AS, nantinya kita akan kelihatan jelek. Padahal ekonomi Indonesia oke-oke saja, tidak ada masalah. Kalau kita masih bawa itu, bisa berbahaya," tegas Jokowi.

Jika ekonomi Indonesia diukur dengan mata uang lain yang merupakan mitra dagang utama, seperti Euro, Yuan Renmimbi, Poundsterling, Won, Yen Jepang, maka ekonomi Indonesia lebih bagus. Jokowi menyebut, ekspor Indonesia ke China sekitar 15 persen-15,5 persen dari total ekspor, ke Eropa 11,4 persen, dan ke Jepang 10,7 persen.

"Bertahun-tahun selalu melihatnya rupiah dan dolar. Tapi kurs rupiah-dolar AS bukan tolok ukur yang tepat. Kurs yang relevan melawan rupiah yakni dengan mata uang mitra dagang terbesar kita. Jadi penting mengedukasi ke publik jangan pantau kurs mereka terhadap dolar AS semata, tapi harus ada patokan yang punya komprehensif," tandas Jokowi. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya