‎Dirjen Pajak: Ayo Ikut Tax Amnesty Sebelum Mati

Dia menegaskan, program tax amnesty kali ini merupakan yang terakhir, sehingga pemerintah mengimbau partisipasi masyarakat

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Jan 2017, 08:30 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2017, 08:30 WIB
20161101-Tax-Amnesti-ITC-Glodok-AY3
Para petugas melayani konsultasi pedagang terkait program tax amnesty di ITC Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/11). Setelah pengusaha besar ikut tax amnesty, kini pemerintah menargetkan pelaku UMKM untuk ikut dalam program ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi terus mengimbau kepada masyarakat Indonesia untuk segera ikut program pengampunan pajak (tax amnesty) di periode III hingga 31 Maret 2017. Dia menegaskan, program tax amnesty kali ini merupakan yang terakhir, sehingga pemerintah mengimbau partisipasi masyarakat.

"Pesan saya, marilah kita ikut tax amnesty sebelum mati, karena tidak akan ada lagi (tax amnesty)," tegas Ken di Jakarta, Selasa (3/1/2016).

Dia menilai, program tax amnesty di periode I dan III ini sama-sama menarik‎. Periode I (Juli-September 2016), Ken bilang, pemerintah memungut tarif tebusan tax amnesty hanya 2 persen atau paling murah dibanding periode II dan III. Akan tetapi di periode akhir tax amnesty ini, juga sama menariknya dengan periode I.

"Karena setelah periode III berakhir, tidak akan muncul lagi tax amnesty. Jadi saya imbau kepada masyarakat untuk ikut tax amnesty di periode III karena tarif masih murah sebab ke depan tidak ada lagi," terang Ken.

‎Untuk diketahui, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, DJP akan melakukan penegakkan hukum sesuai Pasal 18 Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak untuk mengusut harta WP yang belum ikut tax amnesty. Ditjen Pajak pun mengancam dengan pengenaan sanksi.

"Sesuai Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, kalau lewat periode akhir tax amnesty, harta yang tidak diikutkan tax amnesty, lalu ditemukan Ditjen Pajak, kita akan eksekusi April nanti. Kita konsisten jalankan Pasal 18," tegasnya.

Pasal 18 UU Tax Amnesty menyebutkan, dalam hal WP telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.

Dalam hal:

a. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan

b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan,

atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

3. Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.

4. Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

"Jadi kalau harta tidak diungkap semua, padahal sudah ikut tax amnesty, WP dikenakan pajak sesuai UU PPh plus sanksi 200 persen," tegas Hestu Yoga.

"Tapi yang belum ikut tax amnesty, harta tidak dilaporkan di SPT dan ditemukan Ditjen Pajak, maka dihitung pajaknya 30 persen plus sanksi bunga 2 persen per bulan. Dihitung sejak ditemukan datanya sampai diterbitkan SKPKB, maksimal 24 bulan," ucapnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya