Ekspor Kertas RI Terhambat Imbas Bea Masuk Anti Dumping 2 Negara

Pemerintah telah sampaikan nota keberatan terkait kebijakan anti dumping produk kertas terutama ke Australia.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jan 2017, 20:35 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2017, 20:35 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia di Amerika Serikat (AS) dan Australia. Sebab jika tidak, ekspor produk kertas Indonesia dikhawatirkan akan semakin menurun.

‎Direktur Eksekutif APKI Liana Bratasida mengatakan, kebijakan anti dumping ini setiap tahun terus meningkat. Hal ini lantaran tiap negara berupaya untuk memproteksi produk-produk di dalam negerinya.

"Setiap negara akan lakukan proteksi. Meski ada WTO (World Trade Organization), tapi ada kebijakan nontariff barrier di mana ada yang namanya safe guard dan anti dumping," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian (‎Kemenperin), Jakarta, Senin (30/1/2017).

‎Liana mengatakan, untuk ke AS dan Australia, produk kertas Indonesia dikenakan tarif bea masuk anti dumping sementara (BMADS) hingga 70 persen dari nilai produk yang masuk.

Sebagai contoh, dari dokuman Statement of Essential Facts per 9 Desember 2016, BMADS yang diterapkan oleh Australian berkisar antara 2,4 persen hingga 72,8 persen. Hal ini dinilai sangat merugikan produk kertas Indonesia yang diekspor ke negara tersebut.

"Nah kita dikenakan yang tinggi seperti di Australia dan AS, dan akan diikuti oleh negara-negara lain. Tarifnya yang dikenakan sekitar 20 persen-70 persen‎," kata dia.

Sementara itu, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Edy Sutopo mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menyampaikan nota keberatan terkait dengan kebijakan anti dumping tersebut, khususnya kepada Australia.

"Pemerintah, baik menteri perdagangan dan menteri perindurtrian sudah sampaikan nota keberatan. Kita harus mengingat bahwa Australia juga punya kepentingan yang besar dengan Indonesia," ungkap dia.

Jika Australia tetap menerapkan kebijakan BMADS dengan tarif yang tinggi, maka pemerintah bisa melawannya dengan menerapkan hal yang sama pada produk, susu dan dagingnya yang diekspor ke Indonesia.

"Terkait masalah susu, daging, bisa digunakan untuk tekan balik. Selama ini industri pengolahan daging kita jadi kurang kompetitif karena bahan baku harus bebas dari penyakit mulut dan kuku yaitu dari Australia, sementara Malaysia bisa dapat dari India yang harganya lebih murah.‎ Dumping di Australia ini bisa jadi instrumen untuk menekan balik jika mereka tidak mau memberikan kelonggaran. Ini perdagangan yang resiprokal," ujar dia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya