Soal Reforma Agraria, RI Tak Ingin Bernasib Seperti Zimbabwe

Zimbabwe dikatakan Sofyan jadi net importir produk pertanian karena salah menerapkan kebijakan

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Mar 2017, 12:01 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2017, 12:01 WIB
Sofyan Djalil
Sofyan Djalil adalah seorang tokoh negara yang berulang kali menduduki jabatan menteri sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sedang menyiapkan kebijakan besar terkait reforma agraria yang mengatur pertanahan di Indonesia. Kebijakan ini masuk dalam kebijakan Ekonomi Berkeadilan dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan menurunkan ketimpangan ekonomi di Indonesia.

‎Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil mengungkapkan, baru 45 persen tanah di luar kawasan hutan yang baru tersertifikat selama 71 tahun Indonesia merdeka. Gini ratio atau ketimpangan ekonomi di bidang pertanahan mencapai 0,6 sehingga ini menjadi masalah serius bagi negara ini.

"Tanah kalau dibiarkan jadi komoditas, generasi milenium kita bisa tidak punya rumah. Makanya kami punya program reforma agraria," kata dia saat acara FGD Kebijakan Akses Pembiayaan dan Kepastian Lahan Pekebun Kelapa Sawit di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Menurut Sofyan, Rancangan Undang-undang (UU) Pertanahan ‎akan diserahkan ke DPR pada akhir Maret ini untuk dibahas bersama. Dalam RUU tersebut, pemerintah memasukkan prinsip-prinsip pertanahan yang berekonomi keadilan. Hal ini dilakukan karena pemerintah belajar dari kesalahan pemerintah Zimbabwe dalam melakukan reforma agraria.

"Jangan khawatir, kita tidak akan melakukan kebijakan seperti Zimbabwe yang berhasil sekali menjalankan reforma agraria. Seluruh kebun dibagi-bagi sehingga Zimbabwe menjadi negara yang memproduksi berbagai jenis produk pertanian, tapi kini justru jadi net importir hampir seluruh produk pertanian karena kekeliruan kebijakan," jelasnya.

Dalam reforma agraria yang dilakukan pemerintah Jokowi, diakui Soyan, pihaknya akan mempercepat sertifikasi lahan minimal 5 juta sertifikat untuk rakyat miskin di beberapa wilayah di Indonesia di 2017. Selanjutnya, menambah juru ukur sekitar 2.500-3.000 juru ukur swasta berlisensi yang telah disertifikasi dan lolos uji kompetensi di Kementerian ATR.

Sementara bagi masyarakat yang tidak memiliki atas hak milik, Kementerian ATR menyiapkan program redistribusi tanah yang menyasar tanah-tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tidak mengajukan perpanjangan, ditetapkan sebagai tanah terlantar. Tanah ini dijadikan tanah cadangan umum negara dan diredistribusikan ke para petani yang telah turun temurun mengolah tanah tersebut.

"Dengan kemampuan saya berpikir secara korporasi dan pemerintahan, diharapkan penataan tanah dan kebun di Indonesia dapat menyelesaikan masalah ketimpangan yang selama ini terjadi," tandas Sofyan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya