Tanggapan Mentan soal Uni Eropa Keluarkan Resolusi Terkait CPO

Indonesia telah memiliki standar untuk sertifikasi produk sawit dan turunannya yaitu Indonesia Suistanable Palm Oil (ISPO).

oleh Septian Deny diperbarui 10 Apr 2017, 14:30 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2017, 14:30 WIB
20160425-Menteri Pertanian RI, Amran Sulaiman-jakarta
Menteri Pertanian RI, Amran Sulaiman (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta Uni Eropa untuk tidak mencampuri standar produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia. ‎Hal ini menyusul keluarnya resolusi Parlemen Uni Eropa terkait dengan sertifikasi produk sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit.

Dia mengungkapkan, selama ini Indonesia telah memiliki standar sertifikasi sendiri untuk produk sawit dan turunannya, yaitu Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Selain itu, Indonesia juga telah memiliki standar yang sama dengan Malaysia ‎melalui Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

"Jangan mencampuri urusan pertanian dalam negeri. Kami punya standar ISPO. Kami sudah kerja sama dengan Malaysia dengan RSPO, sudah joint. Kami punya standar sendiri untuk pertanian berkelanjutan. Silahkan diurus standarnya sendiri, Indonesia punya standar sendiri dan kami sudah sepakat dengan Malaysia. Palm oil Indonesia dan Malaysia gabung itu 80 persen (dari produksi CPO dunia)," ujar dia di Balai Kartini, Jakarta, Senin (10/4/2017).

Amran menuturkan, jika yang dipermasalahkan oleh Uni Eropa dengan adanya perluasan perkebunan sawit akan merusak lahan hutan, ‎maka dampak yang lebih parah justru akan terjadi jika produk CPO ini dihambat untuk masuk ke negara-negara Eropa. Sebab, jika produk ini tidak terserap maka petani sawit akan mencari sumber pendapatan lain, salah satunya dari hutan.

"Nanti secara tidak langsung adalah mereka yang merusak lingkungan. Kalau CPO ini turun harganya, petani ada 30 juta (orang). Ini bisa meninggalkan sawit, tapi sawitnya tetap, bergerak ke hutan untuk mencari pendapatan baru. Artinya merusak hutan, merambah hutan karena mencari kehidupan baru. Siapa yang bisa halangi kalau 30 juta (orang) bergerak," jelas dia.

‎Amran juga menyatakan, dirinya juga telah berbicara dengan menteri dari negara-negara Eropa yaitu Jerman, Spanyol dan Denmark. Negara-negara tersebut memahami bagaimana ketergantungan petani sawit di Indonesia terhadap keberlanjutan ekspor produk CPO.

"Kami sudah sampaikan, ada community dibawah CPO, ada pedagang, petani, ini jauh lebih penting. Orang utan saja‎ diperhatikan, ini orang beneran. Jadi pendekatannya jangan deforestasi, tapi community welfare. Kalau harga turun CPO karena mereka black campaign, yang terjadi hutan semakin rusak karena mereka tinggalkan (sawit), tidak mungkin sawitnya ditebang. Pasti bergerak ke hutan mencari sumber pendapatan baru," ujar dia.

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya