Bea Cukai Bongkar 3 Kasus Penyelundupan Tekstil, Ini Rinciannya

Potensi kerugian negara akibat 3 kasus penyelundupan ekspor produk testil lebih dari Rp 125 miliar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Mei 2017, 14:07 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2017, 14:07 WIB
20170503-Sri Mulyani Ungkap Penyelundupan Tekstil Ilegal-Jakarta
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengamati barang tekstil selundupan di Jakarta, Rabu (3/5). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan berhasil membongkar pelanggaran ekspor tekstil oleh PT SPL di Bandung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), bekerja sama dengan Ditjen Pajak, Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan berhasil membongkar tiga kasus penyelundupan ekspor produk tekstil dalam kurun waktu 2016-2017. Potensi kerugian negara akibat pelanggaran tersebut lebih dari Rp 125 miliar.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, eksportir memperoleh fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), berupa pembebasan bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor. Sayangnya, eksportir yang telah mendapatkan fasilitas tersebut berbuat culas.

"Tapi ada perusahaan atau pengusaha yang menyalahgunakan fasilitas kemudahan dari pemerintah. Dia tidak menciptakan kesempatan kerja, tidak menyumbangkan devisa, dan tidak meningkatkan nama Indonesia di luar negeri," katanya saat Konferensi Pers di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (3/5/2017).

Sri Mulyani menjelaskan, tiga kasus pelanggaran ekspor produk tekstil itu, antara lain, pertama PT SPL yang berlokasi di Bandung. Dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), SPL akan memasok 4.038 rol kain putih ke negara Turki, Uni Emirate Arab (UEA), dan lainnya.

"Dari informasi Bea Cukai Jawa Barat dan hasil analisa Bea Cukai Tanjung Priok, setelah dilakukan penindakan, penyelidikan, dan pemeriksaan hanya kedapatan 583 rol kain dari 4.038 rol. Jelas perbuatan ini membobol keuangan negara," dia menerangkan.

Sri Mulyani lebih jauh menuturkan, Bea Cukai bekerja sama dengan Polri, PPATK, dan ditindaklanjuti Ditjen Pajak, eksportir biasanya akan meminta restitusi atau pengembalian pajak. Namun akhirnya berhasil terbongkar.

"Empat kontainer berisi kain putih nampaknya penuh, tapi isinya ternyata hanya seperdelapan saja. Sisanya diisi dengan banyak plastik berisi air supaya berat mencapai 4.083 roll kain," jelas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Lanjutnya, telah ditetapkan dua orang tersangka berinisial FL dan BS atas kasus ini. Sementara perusahaan dijerat dengan Pasal 103 huruf a atau pasal 102 huruf f UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Potensi kerugian negara yang diakibatkan dari pelanggaran ini diperkirakan sebesar Rp 118 miliar. Dan sudah dilakukan penyitaan terhadap 16 rekening bank, tanah, bangunan, mesin tekstil, apartemen, dan polis asuransi," tegas Sri Mulyani.

Kasus kedua, disebutkan Sri Mulyani, Bea Cukai Tanjung Priok bekerja sama dengan Kepolisian Resort Tanjung Priok, Bea Cukai Bandung, dan Kanwil Bea Cukai Jawa Barat berhasil menggagalkan upaya ekspor tekstil, berupa gorden atau tirai sebanyak tiga kontainer tujuan Brasil.

"Setelah diperiksa petugas, kedapatan berupa air dalam plastik yang kemudian dibungkus lagi dengan kain dan karton," Sri Mulyani berujar.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, tiga kontainer tersebut milik PT LHD, sebuah perusahaan penerimaan fasilitas Kawasan Berikat yang berada di wilayah Bandung. Perkiraan nilai barang sekitar Rp 7 miliar dan sudah membekuk satu orang tersangka YT, oknum LHD.

Tersangka dijerat dengan pasal 103 huruf a dan pasal 102A huruf d UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Saya sudah menginstruksikan Dirjen Bea Cukai untuk mengawasi dan mengevaluasi seluruh Kawasan Berikat agar upaya pemerintah untuk mendukung banyak pengusaha dimudahkan, tapi bagi yang melanggar ada tindakan tegas," tegasnya.

Sementara kasus pelanggaran ketiga, dijelaskan Sri Mulyani, ada PT WS yang berlokasi di Bogor. Petugas Bea Cukai berhasil menggagalkan laju lima unit truk milik PT WS yang mengangkut barang tekstil dan produk tekstil (TPT) dari Kawasan Berikat.

"Seharusnya produk tekstil itu ditujukan untuk ekspor, tapi malah dibongkar di Pondok Gede, Bekasi. Dijual di sini. Jadi ada pembongkaran barang tidak pada tempat yang ditentukan," ujarnya.

Atas penindakan tersebut, PT WS dijerat dengan pasal 102A huruf d UU Nomor 10 Tahun 1995 jo. UU Nomor 17 Tahun 2006 karena membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin Kepala Kantor Pabean jo. pasal 55 KUHP. Salah seorang tersangka berinisial KH sudah diamankan petugas. Namun Sri Mulyani tidak menyebutkan potensi kerugian dari pelanggaran ekspor ini.

"Kita menginstruksikan Bea Cukai melakukan tindakan penegakkan hukum sesuai dengan instruksi Pak Presiden yang minta supaya seluruh jajaran pemerintah melakukan tindakan pencegahan penyelundupan, dan melindungi industri nasional dari tindakan penyelundupan cross boarder ekspor dan impor," tandas Sri Mulyani. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya