Liputan6.com, Jakarta - Harga emas hanya sedikit berubah pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Para analis melihat bahwa ada kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) akan menaikkan suku bunga secara agresif di tengah tahun ini.
Mengutip Reuters, Selasa (13/6/2017), harga emas di pasar spot naik 0,08 persen ke level US$ 1.266,92 per ounce, setelah sebelumnya mengalami tekanan hingga melemah lebih dari 1 persen pada perdagangan Jumat kemarin. Sedangkan harga emas berjangka AS turun tipis 0,2 persen ke level US$ 1.268,90 per ounce.
Saat ini seluruh pelaku pasar sedang menunggu the Fed melangsungkan rapat untuk menentukan arah kebijakan moneter. Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan bahwa the Fed akan segera menaikkan suku bunga di tengah tahun ini.
Advertisement
Baca Juga
kenaikan suku bunga ini tentu saja akan berdampak kepada kenaikan nilai tukar dolar AS yang membuat harga emas tertekan. Para pedagang emas yang bertransaksi dengan mata uang di luar dolar AS akan merasa membeli emas lebih mahal jika nilai tukar dolar AS menguat.
Para analis memperkirakan harga emas mencoba level resistance di bawah US$ 1.300 per ounce. Analis mencatat, dolar Amerika Serikat (AS) menguat jelang pertemuan the Federal Reserve menekan euro dan mata uang Inggris pound sterling. Penguatan dolar AS ini menekan emas.
"Saya rasa pasar sudah mengharapkan kenaikan suk bunga tidak terlalu tajam. Indeks dolar AS juga sekarang berada di 97 jelang kenaikan suku bunga. Jelang kenaikan suku bunga pada Maret lalu, dolar AS berada di kisaran 102," ujar Colin Cieszynski, Analis Senior CMC Markets, seperti dikutip dari laman Kitco.
Walau harga emas akan tertekan dalam jangka pendek, Cieszynski masih yakin harga emas menguat untuk jangka panjang. Ia melihat peluang untuk membeli saat harga emas merosot. Ia menambahkan, pihaknya tidak akan terkejut bila harga emas mencoba level rata-rata harian atau moving average (MA) 200 harian di kisaran US$ 1.252 per ounce.