Menko Darmin: RI Butuh Utang dan Swasta Buat Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur mendorong penyerapan tenaga kerja sehingga menekan tingkat pengangguran dan kemiskinan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 14 Jun 2017, 11:32 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2017, 11:32 WIB
20160128-Pemerintah Targetkan Pembangunan 225 Proyek Startegis Nasional
Pekerja menyelesaikan proyek Jalan layang Ciledug-Tendean di Jakarta, (28/1). Pembangunan 225 proyek infrastruktur strategis dengan segala fasilitas perizinan dan perlindungan anti-kriminalisasi, dapat dimulai sebelum 2019. (Liputan6.Com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) terus mengebut pembangunan infrastruktur selama kurun waktu 2,5 tahun terakhir.

Kebutuhan dana yang mencapai lebih dari Rp 5.000 triliun, tak mampu dipenuhi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga pemerintah perlu berhutang sampai mengundang investasi pihak swasta untuk ikut membangun sekitar 245 proyek plus 2 Program Strategis Nasional (PSN).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, pemerintah telah melakukan perubahan atau reformasi belanja APBN, perbaikan kualitas belanja dari subsidi dialihkan ke sektor produktif, seperti infrastruktur, pendidikan, dan bantuan sosial.

"Selama 2,5 tahun ini, kita banyak sekali bangun infrastruktur. Ini penting, karena kita sudah jauh tertinggal di bidang itu. Infrastruktur menentukan konektivitas, bagaimana masyarakat bisa memperoleh harga yang baik kalau infrastruktur tidak baik," tegas Darmin saat Dialog Ekonomi Kini dan Esok di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Rabu (14/6/2017).

Dia menuturkan, infrastruktur merupakan barang yang mahal. Sadar kebutuhan anggaran sangat besar, pemerintah telah meningkatkan alokasi belanja infrastruktur di APBN. Sebelumnya di 2014, anggaran infrastruktur hanya Rp 177,9 triliun, tapi kini sudah mencapai Rp 387,3 triliun di 2017.

"Infrastruktur barang mahal, APBN kita sulit memenuhinya. Jadi perlu dana pinjaman. Itulah kenapa sebabnya, pertumbuhan pinjaman kita relatif tinggi dibanding sebelumnya. Tapi itu bukan karena kita boros, melainkan buat membangun infrastruktur," Darmin menjelaskan.

Oleh karena itu, Darmin mengatakan, pemerintah inisiatif menjalankan pendanaan dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau disebut juga Public Privat Partnership (PPP). Pemerintah memberi kesempatan kepada pihak swasta untuk ikut membiayai proyek infrastruktur di Indonesia.

Darmin mengakui, skema tersebut merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembangunan infrastruktur yang paling menguntungkan diberikan ke swasta. Apabila untung sedikit lebih rendah, proyek bisa didanai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sementara yang tidak menguntungkan, pemerintah yang membiayai proyek tersebut.

"KPBU atau PPP dilakukan supaya jangan pemerintah semua yang membiayai. Kita dukung dengan bentuk LMAN untuk urusan pembebasan lahan karena baru mulai pembebasan lahan saja sudah perang, pada ribut," ujar dia.

Hasil dari pembangunan infrastruktur, kata Darmin, akan terasa tujuh tahun kemudian. Jalan tol, waduk, dan lainnya akan dapat dinikmati oleh masyarakat sehingga memberikan dampak positif terhadap perekonomian.

"Bangun infrastruktur, inflasi inti kita pasti lebih tinggi bahkan dibanding China. Tapi itu fenomena sementara. Ketika keluar hasilnya, ceritanya lain," ujar dia.

Akan tetapi, Darmin mengklaim, infrastruktur yang jor-joran dibangun pemerintah menurunkan tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, dan rasio ketimpangan atau gini ratio. Lantaran, pembangunan infrastruktur menyerap banyak tenaga kerja.

"Infrastruktur kan menyerap tenaga kerja di awal pembangunannya, apalagi untuk kalangan menengah ke bawah. Itu mempengaruhi penurunan tingkat pengangguran, kemiskinan, dan gini ratio. Walaupun ini bukan satu-satunya faktor," ujar dia.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya