Tiga Pilar Sejahtera: 1.161 Ton Beras untuk Penjualan Satu Minggu

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk membantah telah menimbun beras di gudang,

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 25 Jul 2017, 16:00 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2017, 16:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Achmad Dwi)
Paparan publik PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

Liputan6.com, Jakarta - PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) membantah telah menimbun beras di gudang. Hal ini menyusul penggrebekan di gudang PT Indo Beras Unggul (PT IBU) yang merupakan anak usaha AISA. Saat ini, sebanyak 1.161 ton beras di gudang diamankan dan diberi garis polisi (police line).

Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk Jo Tjong Seng mengatakan, beras itu merupakan pasokan untuk penjualan seminggu ke depan. Dia menegaskan, beras itu bukan untuk ditimbun.

"Pada saat kunjungan, Satgas melakukan police line terhadap 1.161 ton stok yang ada di gudang kami. Yang kami sampai 1.161 ton stok, itu adalah stok, bukan untuk penimbunan karena untuk rencana penjualan satu minggu ke depan," kata dia saat paparan publik di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Dia mengatakan, itu ialah hal lumrah. Industri sejenis pun juga melakukan hal yang sama. "Adalah hal umum dan tidak dilarang industri memiliki stok," ujar dia.

Dia juga menampik telah melakukan praktik monopoli maupun oligopoli. Lebih lanjut, dia menuturkan, konsumsi beras nasional per bulan sekitar 2-3 juta ton. Perseroan hanya memenuhi 1 persen dari pangsa pasar tersebut.

"Konsumsi beras nasional 3 juta ton per bulan, pangsa pasar di bawah 1 persen. Jadi menurut pendapat kami jauh menuju ke arah monopoli atau oligopoli tapi menurut pemahaman kami," ujar dia.

Sebelumnya Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri menggerebek sebuah gudang beras di Jalan Raya Rengas Bandung, Km 60, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi pada Kamis 20 Juli malam.

Gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) diduga melakukan praktik curang, yaitu mengoplos beras subsidi dikemas ulang menjadi beras premium.

Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya menyebutkan jika kerugian negara terkait dugaan pemalsuan dan pengoplosan beras subsidi di gudang beras milik PT IBU mencapai Rp 10 triliun.

"Hitungan kerugiannya seperti ini, yaitu harga beras di petani sekitar Rp 7.000/kg dan harga premium di konsumen sampai Rp 20.000/kg. Jika diasumsikan selisih harga ini minimal Rp 10.000/kg dengan pengkalian beras premium yang beredar 1,0 juta ton atau 2,2 persen dari beras 45 juta ton setahun, maka kerugian keekonomian ditaksir Rp 10 triliun," ujar Kepala Subbidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Ana Astrid dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.

Ana mengungkapkan ini menanggapi kabar jika ada kebohongan publik perihal kerugian negara terkait penggerebekan gudang PT IBU di Bekasi pada Kamis 20 Juli lalu.

Dia pun menjelaskan, yang dimaksud beras subsidi dimulai saat proses memproduksi beras tersebut. Terdapat subsidi input yaitu subsidi benih Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun. Ini ditambah bantuan sarana dan prasarana bagi petani dari pemerintah yang nilainya dikatakan mencapai triliunan rupiah.

"Di luar subsidi input, ada juga subsidi beras sejahtera (Rastra) untuk rumahtangga sasaran (pra sejahtera) sekitar Rp 19,8 triliun yang distribusinya satu pintu melalui BULOG, dan tidak diperjualbelikan di pasar," jelas Ana.

Selain itu, PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk yang merupakan induk usaha PT Indo Beras Unggul (IBU) membantah pihaknya telah merugikan negara sangat besar terkait pengoplosan dan penimbunan beras bersubsidi.

Direktur Tiga Pilar Sejahtera Jo Tjong Seng mengungkapkan apa yang dituduhkan kepada anak usahanya mengenai kecurangan dalam penjualan beras tersebut tidaklah benar.

"Kami sudah sampaikan kepada investor bahwa itu tidak benar. kami sudah berikan update ke mereka mengenai tahapan produksi yang kita lakukan. Kami tegaskan kami tidak melakukan pelanggaran dan produksi masih normal," kata dia di Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.

Dia menjelaskan harga beras hasil produksinya selama ini lebih murah dari pasaran karena kategori gabah yang perusahaan dapatkan berbeda dengan beras kualitas premium yang lainnya.

Selain itu, gabah yang kemudian diolah menjadi beras kualitas premium tersebut sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Jadi tidak ada upaya monopoli di sini. Gabah yang kami beli punya spesifikasi tersendiri jadi tidak bisa dibandingkan langsung dengan yang lain," tegas dia.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya