Datangi Freeport AS, Jonan Ingin Negosiasi Cepat Rampung

PT Freeport Indonesia sepakat untuk membangun smelter dan selesai dalam lima tahun atau paling lambat awal tahun 2022.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Agu 2017, 10:15 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2017, 10:15 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, mendorong proses negosiasi dengan Freeport cepat berakhir.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, mendorong proses negosiasi dengan Freeport cepat berakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mendorong proses negosiasi dengan PT Freeport Indonesia agar cepat mendapatkan kesepakatan. Hal tersebut disampaikan Jonan ketika melakukan lawatan ke Houston, Amerika Serikat (AS), pada 24-26 Juni 2017.

Jonan mengatakan, dalam pembicaraan dengan Freeport McMoran, perkembangan perundingan berjalan positif. Dari empat topik perundingan, pihak Freeport telah menyepakati pembangunan fasilitas pengolahan-pemurnian (smelter) dan kelanjutan operasi.

"Terkait hal-hal yang belum diselesaikan, secepatnya akan dilakukan pembahasan tripartit antara PTFI, Menteri Keuangan, dan Menteri ESDM guna mengambil keputusan," kata Jonan, dalam situs resmi Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (1/8/2017).

Sebagaimana diketahui, PTFI telah telah menyepakati bentuk landasan hukum hubungan kerja pemerintah dan PTFI adalah dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bukan lagi KK Kontrak Karya (KK).

Sementara untuk pembangunan smelter, PTFI sepakat untuk membangun smelter dan selesai dalam lima tahun atau paling lambat awal tahun 2022.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan pendapatan negara akan lebih besar jika PT Freeport Indonesia resmi melepas status KK dan mengubahnya menjadi IUPK.‎

‎Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan, pemerintah sudah menghitung dampak penerimaan negara atas perubahan KK menjadi IUPK. Diketahui, hasilnya akan menguntungkan karena penerimaan negara menjadi lebih besar.

"Perbandingan sudah ada. Jadi antara penerimaan negara antara IUPK sama KK itu sudah dihitung persisnya. Sekarang kan masih prevailing. Dengan ketentuan sekarang akan lebih besar," kata Teguh.

Menurut Teguh, ‎penerimaan negara tersebut berasal dari kewajiban fiskal yang harus diberikan Freeport Indonesia ke negara. Namun ketika ditanyakan besaran perbedaannya, dia belum bisa menyebutkan.

"Kalau kewajiban fiskal dalam KK sama IUPK itu lebih bagus IUPK. Mengenai besarannya saya enggak begitu hapal," dia menjelaskan.

Terkait dengan kewajiban fiskal, Kementerian ESDM sedang berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk merumuskan paket regulasi yang mengatur pungutan pajak untuk perusahaan pemegang IUPK.

"‎Sudah disepakati akan difasilitasi Kemenkumham untuk membahas bagaimana menyusun regulasi dalam satu paket. Ketentuan yang mengenai pajak pusat dan daerah," ucap dia.

Menurut Teguh,‎ penerbitan regulasi perpajakan tersebut merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan stabilitas investasi perusahaan tambang yang merubah status menjadi IUPK. Pasalnya, ketentuan perpajakan pusat dan daerah sebelumnya telah diatur dalam perjanjian KK.‎

"Kalau dulu dalam KK kan mengenai kewajiban fiskal diatur dalam satu paket antara pajak pusat atau kewajiban fiskal yang berkaitan dengan pajak daerah," ucap Teguh.

‎Teguh melanjutkan, selain menerbitkan regulasi baru, pemerintah juga akan merevisi undang-undang tentang penerimaan daerah. Saat ini pemerintah masih mencari bentuk regulasi ideal yang akan dijadikan acuan pemungutan pajak bagi perusahaan tambang pemegang IUPK.

"Bagaimana yang paling ideal untuk jadi regulasi yang akan jadi pegangan bagi pemegang IUPK. Ini yang masih tadi dibahas, bagaimana menjadikan satu peraturan yang menampung pajak daerah dengan pajak pusat," ucap Teguh.‎

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya