HEADLINE: Buruh Desak UMP 2018 Naik Rp 650 Ribu, Pengusaha Berat

Setiap tahun buruh dan pengusaha selalu bersitegang soal besaran UMP yang ditetapkan pemerintah.

oleh NurmayantiSeptian DenyIlyas Istianur Praditya diperbarui 26 Okt 2017, 00:02 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2017, 00:02 WIB
Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyatakan UMP di Tanah Air rata-rata naik 8,25 persen pada 2017.
Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyatakan UMP di Tanah Air rata-rata naik 8,25 persen pada 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Saban tahun, pemerintah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) baru. Setiap tahun pula buruh dan pengusaha tak sepakat perihal besaran upah yang ditetapkan pemerintah. Buruh merasa biaya hidup yang terus meningkat membuat mereka berhak meraup penghasilan lebih besar.

Di sisi lain, pengusaha merasa terbebani pelemahan daya beli masyarakat di pasar lokal maupun ekspor. Kenaikan UMP terlampau tinggi bisa menghambat bisnis. Alhasil, buruh kerap menggelar demo turun ke jalan menyuarakan kenaikan upah.

Kondisi serupa tampaknya terulang kembali pada tahun ini. Buruh meminta besaran kenaikan UMP 2018 hingga Rp 650 ribu dan pengusaha keberatan. Pengusaha mewanti bila UMP yang ditetapkan terlampau tinggi, maka pemutusan hubungan kerja (PHK) bakal menghantui industri nasional.

Apalagi jika ditelisik, usulan buruh tersebut lebih besar dari ketetapan pemerintah mengenai kenaikan UMP 2018 yang dipatok 8,71 persen. Angka itu berasal dari data resmi inflasi nasional dari BPS sebesar 3,72 persen ditambah angka pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDB) sebesar 4,99 persen

Formula perhitungan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Sudah ditentukan dari Kemenaker. Pertumbuhan ekonomi ditetapkan 4,99 persen, sisanya inflasi (3,72 persen), jadi totalnya 8,71 persen," ujar Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari Unsur Pengusaha, Sarman Simanjorang, saat berbincang dengan Liputan6.com.

Dengan penetapan ini, maka besaran kenaikan UMP 2018 di masing-masing provinsi sudah dapat diperkirakan. Asalkan, masing-masing gubernur mengikuti formula perhitungan yang telah ditetapkan pemerintah melalui PP tersebut. "Tinggal dikalikan saja. Biasanya pemerintah (daerah) ya sesuai dengan PP 78," jelas dia.

Sebagai contoh, besaran UMP 2018 di DKI Jakarta. Dengan besaran tersebut maka upah di wilayah ini naik Rp 292.285 sebesar menjadi Rp 3.648.035 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 3.355.750.

Atau di Jawa Barat, UMP 2018 naik Rp 123.736 menjadi Rp 1.544.360 dari UMP 2017 yang sebesar Rp 1.420.624. Jadi, ujar Sarman, usulan buruh itu jauh lebih tinggi dari ketetapan pemerintah.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Haiyani Rumondang menjelaskan, resminya UMP 2018 ditetapkan dan diumumkan Gubernur masing-masing daerah secara serentak pada 1 November 2017 dan berlaku terhitung 1 Januari 2018.

Menurut Haiyani, saat ini Kemenaker masih terus menunggu laporan dari masing-masing pemerintah provinsi terkait dengan penetapan UMP-nya. "Sekarang kita tinggal menunggu (laporan dari Gubernur)," tandas dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Alasan buruh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, permintaan kenaikan UMP 2018 sebesar Rp 650 ribu di DKI Jakarta merupakan bagian dari kampanye buruh se-Asia PasifiK.

"Kami ada kampanye upah plus US$ 50 se-Asia Pasifik. Indonesia menjadi bagian. Berarti kalau di Indonesia US$ 50 itu berarti kan Rp 650 ribu (kurs Rp 13.000 per dolar AS)," ujar dia.

Said mengungkapkan agar tuntutan kenaikan upah ini dikabulkan, buruh akan menagih janji kepada kepala daerah. Selain itu, buruh juga berencana untuk mengelar aksi agar kenaikan upah ini dikabulkan pemerintah.

Tonton Video Pilihan Ini:

Pengusaha Meradang

Pengusaha menilai kenaikan upah sebesar Rp 650 ribu seperti yang dituntut buruh tidak masuk akal. Sebab, dengan kenaikan upah yang rutin terjadi setiap tahun saja sudah sangat memberatkan dunia usaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo‎) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya tidak memahami dasar perhitungan dari permintaan kenaikan upah tersebut.

‎"Saya enggak komentar soal itu, karena perhitungannya sendiri kita tidak tahu bagaimana. Mereka seolah tidak berpikir bagaimana kondisi (dunia usaha) saat ini," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Dengan kenaikan upah minimum yang terjadi setiap tahun saja dinilai sudah memberatkan dunia usaha. Terlebih saat ini kondisi sejumlah sektor usaha tengah lesu seperti ritel, di mana beberapa perusahaan ritel memutuskan untuk menutup gerainya.

"Misalnya ritel modern, untuk mengikuti PP 78 saja mereka sudah tidak sanggup. Mereka pasti akan layoff (lakukan pemutusan hubungan kerja/PHK) terus. Dan lapangan kerja dengan keterampilan yang minim akan semakin sempit," kata dia.

Di sisi lain, ujar ‎Hariyadi, dunia kerja saat ini tengah dihadapkan pada minimnya penyerapan tenaga kerja akibat penyediaan lapangan kerja yang terus menyusut. Pengusaha sendiri tengah bingung bagaimana cara menciptakan lapangan kerja di tengah kondisi seperti saat ini serta dengan masih rendahnya kompetensi dan keterampilan sumber daya manusia di dalam negeri.

"Di sektor tenaga kerja sendiri tengah terjadi penyusutan. Jadi yang sudah bekerja itu keluar, tapi di sisi lain pekerja yang baru-baru ini penyerapannya sedikit, lapangan kerja belum bisa menampung. Kita juga bingung harus menciptakan langan kerja yang bagaimana lagi. Ini karena yang kita bicarakan adalah pekerja keterampilanya rendah," jelas dia.

Oleh sebab itu, Haryadi meminta agar isu kenaikan upah ini tidak terus dijadikan komoditas untuk memperkeruh kondisi di dalam negeri. Menurut dia yang saat ini dibutuhkan adalah kepastian usaha bagi para pengusaha dan investor sehingga banyak investasi yang masuk dan otomatis akan menciptakan lapangan kerja baru.

"(Isu kenaikan upah) Ini kan sudah 14 tahun dipolititasi. Kita sendiri belum dapat jawaban (untuk mengatasi beban akibat kenaikan upah)," tandas dia.

UMP Jakarta Peringkat Kedua di ASEAN

Mengacu ke belakang, jika dibandingkan dengan upah minimum di ibu kota beberapa negara Asia Tenggara, UMP DKI Jakarta di 2017 yang ditetapkan sebesar Rp 3.355.750 merupakan salah satu yang tertinggi di Kawasan ASEAN.

Presentase kenaikan UMP di Jakarta ternyata menduduki peringkat kedua terbesar dibanding lima kota besar di ASEAN, yakni Bangkok, Hanoi, Kuala Lumpur dan Manila.

Di antara tahun 2016 dan 2017, kota besar di Asia Tenggara yang mengalami presentase kenaikan UMP terbesar adalah Kuala Lumpur. Dilansir dari Malaymailonline, ibu kota Malaysia ini mencatatkan kenaikan upah minimum sebesar 11 persen dibanding tahun sebelumnya.

Posisi kedua ditempati dengan Indonesia dengan kenaikan presentase upah 8 persen. Media Vietnam vneconomictimes.com menyebut upah minimum Hanoi meningkat sebesar 7 persen.

Bangkokpost.com melaporkan kenaikan upah di ibu kota Thailand ini sebesar 3 persen. Di posisi buncit ada Manila dengan kenaikan presentase upah sebesar 2 persen.

Meski presentase kenaikan yang dialami Jakarta masih lebih kecil dibanding Kuala Lumpur, kota metropolitan ini ternyata memiliki jumlah upah minimum terbesar di banding lima kota besar Asia Tenggara lain.

Jika dikonversi ke pecahan dolar Amerika Serikat, UMP Jakarta berada di posisi US$ 256,7 per bulan. Angka ini jauh lebih besar dibanding Kuala Lumpur hanya berkisar US$ 237,98 per bulan.

Posisi ketiga ditempati Manila dengan US$ 222,77 per bulan. Bangkok dan Hanoi menyusul setelahnya dengan upah minimum per bulan US$ 194,69 dan US$ 180,78.

Upah minimum Jakarta juga lebih besar dibanding besaran yang didapat pekerja di Beijing, China dan New Delhi, India. Situs pemerintah Beijing mengungkap, upah minimum kota ini ada di angka US$ 253,82 per bulan. Sementara pekerja di New Delhi, seperti dilansir dari delhi.gov.in, hanya mendapat upah minimum sebesar US$ 149,87.

Penetapan upah di beberapa negara Asia dilakukan dengan pemerintah yang menetapkan tarif dasar untuk seluruh negara atau setiap wilayah. Lembaga daerah atau organisasi pihak ketiga nantinya ditunjuk sebagai pengambil keputusan.

Dilansir dari wageindicator.org, metode seperti ini didaptasi di China dan beberapa daerah di India dan Vietnam. Sementara di Pakistan dan Indonesia, upah minimum ditentukan oleh pemerintah daerah dengan meminta rekomendasi dari organsisasi pihak ketiga seperti komunitas buruh.

Ada juga metode penetapan upah lain, yaitu dengan mengatur besaran gaji menurut sektor atau bidang pekerjaan. Pengambil keputusan dalam hal ini juga dilakukan pemerintah atau organisasi pihak ketiga.

Cara seperti ini dilakukan oleh beberapa negara seperti Kamboja, Sri Lanka serta beberapa wilayah di India, Pakistan, dan Vietnam.

Jalan Tengah Penetapan UMP

Polemik perihal penetapan UMP yang terjadi tiap tahun dinilai membutuhkan ketegasan pemerintah. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati meminta pemerintah lebih tegas terkait penerapan UMP di setiap perusahaan.

Sebab, UMP dinilai hanya sebagai standar minimal untuk pekerja dengan masa kerja 0-1 tahun. Setelah masa kerja lebih dari 1 tahun, mekanisme pengupahan tergantung dari hasil keputusan Perjanjian Kerja Sama Bersama (PKB) antara pekerja dengan perusahaan.

"Tapi kenyataannya, selama ini dijadikan sebagai standar upah layak, sehingga sering dipolitisasi," kata Enny kepada Liputan6.com.
 
Selama ini, isu UMP ini selalu membenturkan antara pekerja dengan para pengusaha. Pengusaha menginginkan kenaikan UMP ini tidak teralalu tinggi setiap tahunnya, sementara pekerja merasa selama ini hak atas upah layak belum terpenuhi.
 
Enny mengakui, pemerintah sudah menetapkan formasi untuk penghitungan kenaikan UMP setiap tahunnya. Hanya saja kenyataan dalam penerapannya, masih terdapat keluhan dari para pengusaha. Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah.
 
Dengan esensi dari UMP hanya untuk pekerja dengan masa kerja 0-1 tahun, menurut Enny, maka memang tidak seharusnya UMP ini naik terlalu tinggi setiap tahunnya.
 
"Menurut saya, pemerintah tetap harus menerapkan UMP, tapi itu juga harus dilihat dari sisi pengusaha. UMP itu hannya untuk yang 0-1 tahun kerja saja, itu harus ada ketegasan dari pemerintah. Jadi kalau UMP diterapkan di luar 0-1 tahun, pemerintah harus lakukan evaluasi," ujarnya.
 
Di sisi lain, pemerintah juga harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan PKB di masing-masing perusahaan. PKB ini menjadi solusi dalam mengatasi kenaikan UMP setiap tahunnya. Dengan begitu, maka menurut Enny, persoalan UMP ini akan selesai. 

Perkiraan Besaran UMP 2018 di 34 provinsi

Berikut perkiraan besaran UMP 2018 untuk 34 provinsi di Indonesia:

1. Aceh, sebesar Rp 2.717.750, atau naik Rp 217.750 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.500.000

2. Sumatera Utara, sebesar Rp 2.132.187, atau naik Rp 170.833 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.961.354

3. Sumatera Barat, sebesar Rp 2.119.066, atau naik Rp 169.782 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.949.284

4. Bangka Belitung, sebesar Rp 2.755.443, atau naik Rp 220.770 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.534.673

5. Kepulauan Riau, sebesar Rp 2.563.875, atau naik Rp 205.421 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.358.454

6. Riau, sebesar Rp 2.464.153, atau naik Rp 197.431 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.266.722

7. Jambi, sebesar Rp 2.242.687, atau naik Rp 179.687 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.063.000

8. Bengkulu, sebesar Rp 1.880.683, atau naik Rp 150.683 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.730.000

9. Sumatera Selatan, sebesar Rp 2.595.994, atau naik Rp 207.994 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.388.000

10. Lampung, sebesar Rp 2.074.672, atau naik Rp 166.225 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.908.447

11. Banten, sebesar Rp 2.099.385, atau naik Rp 168.205 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.931.180

12. DKI Jakarta, sebesar Rp 3.648.035, atau naik Rp 292.285 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 3.355.750

13. Jawa Barat, sebesar Rp 1.544.360, atau naik Rp 123.736 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.420.624

14. Jawa Tengah, sebesar Rp 1.486.065, atau naik Rp 119.065 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.367.000

15. Yogyakarta, sebesar Rp 1.454.153, atau naik Rp 116.508 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.337.645

16. Jawa Timur, sebesar Rp 1.508.894, atau naik Rp 120.894 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.388.000

 

 

Selanjutnya

17. Bali, sebesar Rp 2.127.157, atau naik Rp 170.430 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.956.727

18. Nusa Tenggara Barat, sebesar Rp 1.773.326, atau naik Rp 142.081 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.631.245

19. Nusa Tenggara Timur, sebesar Rp 1.793.715, atau naik Rp 143.715 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.650.000

20. Kalimantan Barat, sebesar Rp 2.046.900, atau naik Rp 164.000 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.882.900

21. Kalimantan Selatan, sebesar Rp 2.454.671, atau naik Rp 196.671 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.258.000

22. Kalimantan Tengah, sebesar Rp 2.416.608, atau naik Rp 193.622 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.222.986

23. Kalimantan Timur, sebesar Rp 2.543.331, atau naik Rp 203.775 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.339.556

24. Kalimantan Utara, sebesar Rp 2.563.381, atau naik Rp 205.381 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.358.000

25. Gorontalo, sebesar Rp 2.206.813 atau naik Rp 176.813 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.030.000

26. Sulawesi Utara, sebesar Rp 2.824.285, atau naik Rp 226.285 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.598.000

27. Sulawesi Tengah, sebesar Rp 1.965.232, atau naik Rp 157.457 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.807.775

28. Sulawesi Tenggara, sebesar Rp 2.177.053, atau naik Rp 174.428 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.002.625

29. Sulawesi Selatan, sebesar Rp 2.717.750 atau naik Rp 217.750 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.500.000

30. Sulawesi Barat, sebesar Rp 2.193.528, atau naik Rp 175.748 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.017.780

31. Maluku, sebesar Rp 2.092.667, atau naik Rp 167.667 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.925.000

32. Maluku Utara, sebesar Rp 2.147.022, atau naik Rp 172.022 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 1.975.000

33. Papua, sebesar Rp 2.895.649, atau naik Rp 232.003 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.663.646

34. Papua Barat, sebesar Rp 2.627.363, atau naik Rp 210.508 dibandingkan UMP 2017 yang sebesar Rp 2.416.855

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya