Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menetapkan kewajiban bagi perusahaan tambang penanam modal asing, untuk melepas saham (divestasi) sebesar 51 persen ke pihak nasional. Salah satu mekanisme divestasinya melalui bursa saham Indonesia yaitu dengan melepas saham perdana ke publik (Initial Public Offering/IPO).
Indonesia Country Manager Natural Resource Governance Institute, Emanuel Bria mengatakan, skenario IPO memilih kelemahan, yaitu saham tersebut dapat dimiliki semua kalangan yang memiliki kemampuan keuangan, termasuk pihak asing.
Untuk diketahui, saat ini pemerintah melakukan perundingan dengan Freeport McMoran. Salah satu pembahasannya adalah menentukan mekanisme pelepasan saham 41,64 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Siapapun yang memiliki dana bisa membeli," kata Emanuel, dalam sebuah diskusi di kawasan Kuningan Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Emanuel melanjutkan, kelemahan lain IPO jika dipilih sebagai instrumen divestasi adalah, tidak memberikan keistimewaan pada pemerintah dan pihak yang telah ditetapkan sebagai pemilik saham.Lantaran pembelian saham harus dilakukan lewat pasar saham.
"BUMN, BUMD dan pemerintah harus membeli saham lewat pasar saham," tutur dia.
Sedangkan sisi kelebihan divestasi dengan mekanisme IPO adalah, dapat memudahkan mendapat nilai saham yang sesuai dengan harga pasar, lebih transparan, dan lebih mudah dijual.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2017 mengenai tata cara divestasi saham perusahaan tambang mineral dan batubara, menetapkan Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berstatus penanam modal asing, diwajibkan divestasi 51 persen ke pihak nasional secara bertahap selama 10 tahun melakukan kegiatan produksi di Indonesi.
Peraturan tersebut juga mengatur pelepasan saham, pertama saham ditawarkan ke Pemerintah Pusat, kemudian jika tidak meminati ditawarkan ke pemerintah daerah, jika tidak diminati saham tersebut ditawarkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), jika tidak diminati ditawarkan ke pihak swasta nasional. Jika seluruh pihak yang telah ditawarkan tidak meminati penawaran saham, maka mekanisme pelepasan dengan cara IPO dilakukan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
3 Tahun Jokowi-JK, Freeport Lepas 51 Persen Saham ke RI
Sebelumnya tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mencatatkan prestasi pada sektor mineral dan batu bara (minerba). Salah satunya kesepakatan PT Freeport Indonesia melepas sahamnya menjadi 51 persen.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, Freeport melepas sahamnya menjadi 51 persen ke pihak nasional bukan hal yang mudah dicapai. Lantaran dalam Kontrak Karya (KK) tidak ada ketentuan pelepasan saham menjadi 51 persen.
Pemerintah pun harus melewati serangkaian perundingan dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut, hingga akhirnya Freeport mau melepas sahamnya.
"Dari prestasi, Freeport menurut saya semua orang mengakui ini prestasi pemerintah," kata Dadan, di Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Dadan menuturkan, meski saat ini pemerintah masih melanjutkan perundingan mengenai harga saham dan mekanisme pelepasan saham, hal tersebut tetap harus diakui sebagai prestasi pemerintah. Lantaran sejak Freeport menandatangani KK kedua di 1991, kepemilikan pemerintah baru 9,36 persen.
"Ini sedang proses. Freeport berkomitmen tidak menolak. Kalau harga tinggal menyamakan," ujar Dadan.
Sebelumnya, terkait perundingan Freeport, Jokowi sempat angkat bicara. Dia menganggap kealotan dalam perundingan merupakan hal yang biasa. Pemerintah Indonesia sudah tiga tahun otot-ototan (adu kekuatan) dengan Freeport dalam proses negosiasi.
"Namanya negosiasi alot ya biasa. Sudah tiga tahun kok ini otot-ototan masalah negosiasi itu," ujar dia.
Meski begitu, dia optimistis perundingan akan membuahkan hasil, menemukan jalan keluar yang dapat disepakati kedua belah pihak. Saat ini proses negosiasi hampir selesai, Jokowi menargetkan penyelesaian secepatnya.
"Ini hampir final. Saya yakin win-win-lah. Saya yakin akan selesai. Secepatnya, secepat-cepatnya. Sudah tiga tahun kita bicara ini. Tapi kan kita juga enggak mau kalau tidak dapat win-nya," tutur Jokowi.
IPO Bukan Pilihan Pemerintah Buat Kuasai Saham Freeport
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memberi sinyal, pelepasan saham (divestasi) PT Freeport Indonesia menjadi 51 persen tidak dalam bentuk skema penawaran saham ke publik (Initial Public Offering/IPO)
Darmin mengatakan, saat ini divestasi masih dalam perundingan. Dia pun menginginkan proses tersebut segera selesai agar pihak nasional menjadi pemilik mayoritas saham Freeport Indonesia.
"Ah yang penting kan perundingannya selesai," kata Darmin, saat menghadiri Rakornas Kadin, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa 3 Oktober 2017.
Menurut Darmin, untuk memiliki sisa saham 41,64 persen agar genap menjadi 51 persen, pemerintah akan lebih memilih skema membeli. Dia pun mengisyaratkan tidak akan menggunakan skema IPO, karena saat ini skema tersebut sudah tidak lagi menjadi piihan utama.
"Bukan IPO tapi pemerintah beli sahamnya. Kalau ada, dahulu itu aturan kita memang tidak konsisten, berubah-ubah segala macam. Di dalam KK sebenarnya, yang namanya divestasi itu tidak dibilang pakai IPO," papar dia.
Terkait dengan pembelian saham yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Darmin mengatakan, hal tersebut telah disiapkan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), sebagai pemimpin holding BUMN pertambangan.
"Urusan apakah holding atau apa ya itu, tapi kan kalian lihat Pak Budi (Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin) sudah mulai di Inalum. Itu kan bagian dari proses," tutur Darmin.
Advertisement