Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan, valuasi saham Freeport Indonesia tidak akan jauh dari angka US$ 4 miliar. Hal tersebut sesuai dengan ‎yang diperkirakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
‎"Aku rasa itu ancer-ancer yang bagus perhitungannya bagus. Aku ikut saja dengan aturan Pak Jonan dan Ibu Ani (Sri Mulyani)," ujar dia di Kantor Inalum, Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dia juga mengungkapkan, Inalum sebagai induk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan sudah siap untuk mengambil alih saham Freeport seperti yang ditugaskan pemerintah.
"Salah satu ciri-cirinya (kesiapan holding pertambangan). Saya sudah diturunkan di sini (menjadi Direktur Utama Inalum). Itu ciri-ciri dalam rangka menyiapkan divestasi," kata dia.
Sementara itu, terkait jumlah saham yang akan diambil oleh holding pertambangan, Budi menyatakan hal tersebut sudah dibahas dan telah ditentukan. Namun, ia belum bisa menjelaskan lebih detail.
"(Persentase saham) Sudah ada, itu yang belum bisa. Holding pertambangan memang ditugaskan untuk menguasai, karena 9,36 persen Freeport Indonesia sudah dikuasai pemerintah," tandas dia.
 Tonton Video Pilihan Ini:
Â
Persiapan Holding BUMN Caplok 51 Persen Saham Freeport
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mengebut pembentukan induk usaha (holding) pertambangan pada tahun ini. Holding tambang yang terdiri atas empat perusahaan tambang pelat merah itu akan mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, progres atau kemajuan holding pertambangan, antara lain harmonisasi Rancangan Peraturan Pemerinath (RPP) dan kajian holdingisasi telah selesai. Forum Group Discussion (FGD) pun sudah dilaksanakan bersama Komisi VI DPR.
"Sekarang di Menteri Keuangan (Menkeu). Nanti Menkeu kirim surat pengantar ke Sekretaris Negara (Setneg) dan Presiden untuk ditandatangani. Targetnya Oktober ini sudah selesai (diteken)," ucap Fajar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Jika sudah resmi menjadi Peraturan Pemerintah, tahap selanjutnya kata Fajar, akan dibuat anggaran dasar dan perhitungan berapa nilai saham yang akan dialihkan.
"Mulai dari PP sampai pemasukan anggaran dasar tidak lama. Butuh waktu sebulan, jadi Oktober ini dari PP diteken sampai bikin anggaran dasar bisa. Tapi kalau untuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tergantung timeline dari OJK," jelasnya.
Untuk diketahui, holding pertambangan ini memasukkan empat perusahaan tambang BUMN, yaitu PT Inalum (Persero), PT Bukit Asam Tbk (Persero), PT Aneka Tambang Tbk (Persero), dan PT Timah Tbk (Persero). Induk holding dipegang oleh Inalum. "Kalau Oktober sudah ditandatangani, ya bisa selesai tahun ini," Fajar memaparkan.
Salah satu tugas holding BUMN pertambangan, diakuinya, mengambilalih 51 persen saham Freeport Indonesia. Tujuan utamanya supaya perusahaan tambang nasional dapat bersaing dengan asing.
"Pembentukan holding bukan semata-mata untuk Freeport, karena proses (holding) ini sudah duluan. Tujuan utamanya untuk kedaulatan tambang, ekuitas jadi lebih besar supaya kita bisa bersaing dengan asing," jelasnya.
Jika holding pertambangan belum rampung, lebih jauh Fajar menuturkan, proses akuisisi saham Freeport tetap berjalan lewat konsorsium BUMN. Perusahaan pelat merah yang masuk ke konsorsium sama dengan holding. Sementara sumber pendanaan, di antaranya berpotensi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Asuransi Milik Negara (Asgara).
"Sumber pendanaan macam-macam, yakni ekuitas, tambahan dari Asgara, BPJS Ketenagakerjaan, dan pinjaman ke bank pemerintah. BPJS ditawarkan untuk masuk, tapi terserah mereka," pungkas Fajar.
Advertisement