Liputan6.com, Jakarta Harga lada di pasar internasional tengah anjlok. Saat ini harga komoditas tersebut jika dihitung dalam rupiah hanya sekitar Rp 50 ribu-Rp 80 ribu per kilogram.
Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Denny W Kurnia mengatakan, harga lada di pasar internasional pernah mencapai Rp 150 ribu per kg pada 2015. Angka tersebut menjadi harga tertinggi sepanjang sejarah perdagangan lada di dunia.
"Beritanya sedang enggak begitu menggembirakan. Harga bergerak dari Rp 150 ribu per kg pada 2015 sekarang turun menjadi Rp 50 ribu di tingkat petani, kalau di tingkat ekspor Rp 80 ribu kg sekian. Tetapi memang fenomena 2015 harga mencapai puncaknya tidak pernah terjadi sebelumnya. Ketika mulai 2012, sekitar Rp 30 ribuan. Harga Rp 50 ribu balik ke sekitar 7-8 tahun lalu," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Advertisement
Denny memperkirakan, anjloknya harga lada ini lantaran produksi yang begitu besar sedangkan permintaan tidak meningkat secara signifikan. Produksi dunia yang melimpah ini diduga karena produksi Vietnam yang meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir sehingga menyebabkan over supply.
"Kalau menurut text books menurun karena over supply. Walaupun over supply, tetapi bukan di Indonesia. Karena produksi kita konstan 75 ribu-85 ribu ton. Vietnam yang punya kapasitas yang meningkat tajam," kata dia.
Oleh sebab itu, kata Denny, pihaknya akan berbicara dengan Vietnam untuk mengatasi hal ini. Dengan harga seperti ‎saat ini, Vietnam bisa mengendalikan produksinya agar over supply tidak semakin membesar.
"Mungkin kita akan ngomong dengan Vietnam bagaimana cara agar harga diperbaiki dan over supply bisa dicegah. Kalau bicara harga, psikologi juga bermain. Ketika ekspektasi suplai itu besar, ya kemudian daya tawar supplier akan berkurang," ucap dia.
Selain itu, Indonesia juga mencari cara agar saat harga anjlok seperti sekarang, pendapatan petani di dalam negeri bisa tetap stabil. Salah satunya dengan membangun sistem resi gudang untuk komoditas lada.
"Bagaimana cara untuk membangun pergudangan, nantinya akan ada resi gudang. Implementasinya harus kita lihat. Kemudian, akses petani kepada kredit, di Vietnam masalah itu sudah selesai. Itu bisa nalangi dia hidup sampai masa jual berikutnya. Dia (di Vietnam) dengan katebelece dari koperasi dia bisa punya akses ke kredit perbankan," tandas Denny.