Siasat Medco Tingkatkan Produksi Migas

Pada semester pertama 2017, produksi migas Medco E&P hampir mencapai 90 ribu BOEPD.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 19 Nov 2017, 08:48 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2017, 08:48 WIB
medco-energi121204a.jpg
Medco Energi.

Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan produksi minyak dan gas bumi (migas) PT Medco E&P Indonesia dan Medco E&P Natuna Ltd. (Medco E&P) meningkat secara signifikan. Peningkatan tersebut dilakukan dengan berbagai upaya dalam mendukung keinginan pemerintah memenuhi kebutuhan migas nasional.

Senior Manager Relations and Security Medco E&P Indonesia dan Medco E&P Natuna Ltd, Drajat Iman Panjawi mengatakan, berdasarkan data perusahaan, angka produksi migas pada semester pertama 2017 terjadi peningkatan sekitar 24 ribu barel setara minyak (Barel Oil Equivalent Per Day/BEPD) dibandingkan dengan 2016.

Pada semester pertama 2017, produksi migas Medco E&P hampir mencapai 90 ribu BOEPD. Sementara pada semester yang sama tahun sebelumnya hanya mencapai 64 ribu BOEPD.

"Sebuah pencapaian yang sangat berarti bagi Medco E&P, di saat harga minyak dunia belum sesuai harapan," kata Drajat di Bogor, Minggu (19/11/2017).

Dalam upaya mempertahankan capaian ini, Medco E&P Indonesia dan Medco E&P Natuna Ltd. terus berupaya meningkatkan kinerja operasinya.

Pada tahun ini, Medco E&P fokus menyelesaikan Proyek Blok A di Aceh sesuai jadwal dan anggaran (Work Plant and Budget/WPnB), memonetisasi penemuan-penemuan domestik migas yang ada, eksplorasi lapangan terdekat dan pengeboran sumur, serta pengembangan bawah laut.

Semua aktivitas operasi tetap berpegang pada prinsip efisiensi biaya, tanpa menomorduakan aspek keselamatan. Perusahaan juga berhasil mempertahankan biaya produksi per barel di bawah US$ 10 per barel setara minya (Barel Oil Equivalent/BOE).

"Medco E&P, juga terus mengoptimalisasi lapangan-lapangan tuanya dengan berbagai inovasi di bidang teknologi migas serta pengendalian biaya aset lapangan, seperti di Blok Rimau, Sumatera Selatan, dan Lematang di Sumatera Selatan, serta Blok Tarakan di Kalimantan Utara," dia menandaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perjalanan Panjang Keruk Minyak di Perut Bumi RI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menceritakan, ‎butuh waktu lama hingga 10 tahun untuk mencari minyak di Indonesia. Investasinya pun mencapai miliaran dolar Amerika Serikat (AS) dengan tujuan meningkatkan produksi minyak di dalam negeri.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM ‎Ego Syahrial mengungkapkan, Indonesia mampu mencetak produksi minyak 1,7 juta barel per hari pada periode 1977 dan akhir 1997. Di masa keemasan itu, Indonesia merupakan sebagai eksportir minyak dunia.

"Tapi sekarang produksi minyak kita 800 ribu barel per hari, sedangkan konsumsinya mencapai 1,6 juta barel per hari. Artinya, kekurangannya kita penuhi dari impor minyak mentah. Devisa yang keluar pun Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun per hari," kata Ego di kantor Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Kamis (16/11/2017).

Menurutnya, Indonesia harus mengembalikan periode puncak tersebut dengan produksi minyak 1,7 juta barel per hari. Oleh karena itu, perlu terobosan dengan tidak melulu mengandalkan bisnis secara as usual supaya pemerintah lebih ramah terhadap dunia usaha, khususnya para pemain migas lokal maupun asing.

"Industri migas bukan industri 1-2 tahun untuk bisa sampai mendapatkan ‎minyak. Di industri migas setidaknya butuh waktu 10 tahun baru bisa dapat minyak. Kalaupun dapat, baru tahun ke-11 baru bisa dapat minyak," paparnya.

Ego menambahkan, rata-rata kontrak untuk para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 30 tahun dan ditambah 20 tahun jika diperpanjang. "Jadi kalau KKKS ini sudah bekerja keras, butuh waktu lama, dan kita tidak bantu dengan langkah percepatan, maka kita tidak akan bisa kembali ke produksi kejayaan 1,7 juta barel per hari," terangnya.

Untuk itu, dia bilang, Kementerian ESDM, Ditjen Migas, SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai‎, dan Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW) bekerja sama dalam rangka pemberian fasilitas fiskal atas impor barang operasi keperluan KKKS untuk kegiatan usaha hulu migas.

"Jadi proses permohonan pemberian fasilitas fiskal dari tadinya masih manual, belum terintegrasi antar Kementerian/Lembaga, menjadi otomatis terintegrasi, paperless. Mengurangi pelayanan pengurusan dari 42 hari kerja menjadi 24 hari kerja," tandas Ego.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya