Dalam 10 Bulan, Dompet Negara Terisi Rp 1.238 Triliun

Pendapatan negara Rp 1.238,2 triliun merupakan realisasi 71,3 persen dari target Rp 1.736,1 triliun pada APBN-P 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Nov 2017, 10:32 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2017, 10:32 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati tercatat mengumpulkan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.238,2 triliun hingga akhir Oktober 2017. Realisasi tersebut 71,3 persen dari target Rp 1.736,1 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017.

Dari data realisasi penerimaan hingga Oktober 2017 yang diterima di Jakarta, Senin (20/11/2017), pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.238,2 triliun ini berasal dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 1.235,5 triliun atau 71,3 persen dari target Rp 1.733 triliun dan hibah yang terkumpul Rp 2,7 triliun atau 87,2 persen dari patokan target Rp 3,1 triliun.

Adapun penerimaan dalam negeri bersumber dari setoran perpajakan yang tercatat sebesar Rp 991,2 triliun sepanjang Januari-Oktober ini. Realisasi penerimaan perpajakan tersebut baru sebesar 67,3 persen dari target pemerintah Rp 1.472,7 triliun sampai akhir tahun.

Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sudah mencapai 93,9 persen menjadi Rp 244,3 triliun dari target keseluruhan Rp 260,2 triliun.

Dari sisi belanja negara, realisasinya mencapai 72,1 persen atau Rp 1.537,1 triliun dari target di APBN-P 2017 yang dipatok Rp 2.133,3 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 898,5 triliun atau 65,7 persen dari target Rp 1.367 triliun.

Rincian belanja pemerintah pusat, terdiri dari penyerapan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 506,8 triliun atau 63,5 persen dari target Rp 798,6 triliun. Sedangkan belanja non K/L terealisasi 68,9 persen atau Rp 391,8 triliun sampai dengan akhir Oktober ini. Sementara targetnya Rp 568,4 triliun.

Di periode yang sama, transfer ke daerah dan dana desa realisasinya sudah mencapai 83,3 persen atau sebesar Rp 638,6 triliun dari target hingga akhir tahun ini Rp 766,3 triliun. Jika dirinci, penyerapan transfer ke daerah sudah sebesar Rp 591,1 triliun atau 83,7 persen dari target Rp 706,3 triliun dan penyaluran dana desa Rp 47,5 triliun atau 79,2 persen dari target Rp 60 triliun di 2017.

Dengan demikian, realisasi defisit anggaran hingga Oktober ini sebesar Rp 298,9 triliun atau 2,20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara target defisit pemerintah sebesar Rp 397,2 triliun atau 2,92 persen dari PDB.

Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah sudah merealisasikan pembiayaan sebesar Rp 382,5 triliun sampai dengan akhir Oktober ini. Nilai itu 96,3 persen dari target pembiayaan sampai akhir tahun ini Rp 397,2 triliun.

Sumber pembiayaan tersebut berasal dari pembiayaan utang yang realisasinya sebesar Rp 383,4 triliun atau 83,1 persen dari target Rp 461,3 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp 3,5 triliun, pemberian pinjaman positif Rp 2,2 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp 300 miliar. Sehingga ada kelebihan pembiayaan Rp 83,5 triliun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Strategi Sri Mulyani Kejar Setoran Pajak Tanpa Bikin Takut

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berjanji akan mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.283,6 triliun di 2017 tanpa menimbulkan ketakutan bagi wajib pajak (WP). Pemerintah akan mengumpulkan setoran berdasarkan undang-undang (UU) yang berlaku, data yang akurat, dan profesional.

"Apa yang kami lakukan untuk tidak menakuti WP, yaitu kami akan terus menjalankan seprofesional mungkin," ujar dia di Jakarta, Kamis 16 November 2017.

Untuk diketahui, penerimaan pajak hingga Oktober 2017 mencapai Rp 858,05 triliun atau 66,85 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan, pembayaran pajak wajib bagi seseorang maupun badan usaha yang memiliki kekuatan ekonomi. Pemerintah memastikan akan menjalankan tugas mengumpulkan pajak sesuai UU. Yang dimaksud adalah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Kami lakukan sebaik mungkin untuk memungut pajak sesuai UU bukan sesuai selera masing-masing. UU sudah mengatur cukup jelas kewajiban masing-masing pajaknya. Kami pun tidak henti-hentinya memberi penjelasan," tegas dia.

Bagi Sri Mulyani, pemerintah tidak dapat membebaskan seseorang dan badan usaha yang memiliki kekuatan ekonomi dari kewajiban membayar pajak. Ditjen Pajak akan berupaya menjelaskan berapa pajak yang harus disetorkan WP kepada negara dengan data-data keuangannya.

"Kalau para WP memahami itu, dia tidak akan merasa diintimidasi karena UU yang mengharuskan kewajiban pembayaran pajak," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Kementerian Keuangan, terutama Ditjen Pajak, ia menuturkan, memiliki saluran resmi yang dapat dimanfaatkan WP untuk mengadu, mengeluh, atau mencari informasi. Sri Mulyani menyampaikan setiap proses pengumpulan pajak, termasuk pemeriksaan hingga penuntutan sudah diatur secara rigid dalam UU.

"Kalau merasa diintimidasi di luar UU KUP, kami punya banyak saluran. Tapi kalau sampai pemeriksaan akhir harus membayar pajak, tapi tidak bayar, ya kami lakukan tindakan. Namun sebelum sampai itu terjadi, WP diimbau membayar sehingga kami tidak melakukan tindakan yang sifatnya intensif," kata dia.

"Kami berjanji akan terus memperbaiki dari pelayanan, transparansi, dan feed back dari seluruh masyarakat akan kami hargai," kata Sri Mulyani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya