Begini Hitungan Bantuan KPR Rp 32 Juta untuk Kuli Bangunan Cs

Skema ini berbasis tabungan. Dengan skema ini, MBR pekerja informal bisa mendapatkan bantuan untuk kredit pemilikan rumah atau KPR.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Des 2017, 11:31 WIB
Diterbitkan 15 Des 2017, 11:31 WIB
Cicil rumah
Kredit Pemilikan Rumah

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah merilis skema pembiayaan baru berupa Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) atak KPR rumah. Skema ini menyasar ke masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan pendapatan tidak tetap (informal) seperti tukang bakso hingga kuli bangunan.

Skema ini berbasis tabungan. Dengan skema ini, MBR pekerja informal bisa mendapatkan bantuan untuk kredit pemilikan rumah (KPR) hingga Rp 32,4 juta. Lantas, bagaimana cara menghitung besarnya bantuan?

Kepala Sub Direktorat Pola Pembiayaan Rumah Swadaya dan Mikro Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mulyowibowo mengatakan, penghitungan bantuan BP2BT berdasarkan, Keputusan Menteri PU-PR Nomor 857/KPTS/M/2017.

Dia menerangkan, bantuan BP2BT ditentukan oleh unsur penghasilan dan harga rumah. Dalam ketentuan tersebut, penghasilan kelompok sasaran dipatok minimal kurang dari Rp 3 juta dengan bantuan BP2BT paling banyak Rp 32,4 juta. Sementara, kelompok penghasilan maksimal Rp 8,5 juta dengan bantuan minimal Rp 21,4 juta.

Lebih lanjut, dalam aturan ini memuat pula indeks terhadap nilai rumah dengan paling besar 38,8 persen dan terendah 6,4 persen.

"Bantuan ditentukan 2 unsur, penghasilan sama harga rumah. Ada maksimal sesuai kelompok sasaran kalau dilihat untuk kita kembali memfasilitasi rumah berkeadilan," kata dia kepada dia kepada Liputan6.com, Jumat (15/12/2017).

Dia melanjutkan, bantuan yang akan diberikan MBR ialah perbandingan terendah antara bantuan BP2BT yang diterima kelompok penghasilan dengan indeks terhadap nilai rumah dikali harga rumah.

Contoh, jika MBR berpenghasilan Rp 3 juta maka bantuan BP2BT-nya Rp 32,4 juta. Sementara, jika harga rumah yang akan dibeli Rp 100 juta dengan memperhatikan indeks terhadap rumah berdasarkan kelompok penghasilannya 38,8 persen atau maksimal, maka menghasilkan angka Rp 38,8 juta.

Dengan bantuan BP2BT Rp 32,4 juta, lalu perkalian antara indeks terhadap harga rumah Rp 38,8 juta, maka bantuan yang akan diterima ialah angka terendah yakni Rp 32,4 juta.

"Nanti dibandingkan, kalau rumahnya Rp 100 juta dikali 38,8 persen Rp 38 juta, dibandingkan Rp 32,4 juta, kecil mana? Berarti ini yang kita pakai," ujar dia.

Prinsipnya, lanjut dia, semakin kecil pendapatan MBR bantuan yang akan diterima semakin besar. Begitu pula dengan harga rumah, semakin mahal harganya maka akan semakin besar bantuannya.

Lebih lanjut, untuk mendapatkan bantuan BP2BT, MBR mesti memiliki tabungan selama 6 bulan dengan saldo antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. Kemudian, MBR juga menyiapkan uang muka sebanyak 5 persen.

"Jadi uang muka dengan bantuan (BP2BT) dijumlahkan 20 persen minimal, maksimumnya 50 persen. Karena kalau di atas 50 persen bank nggak tertarik karena menyalurkan bantuan saja nggak ada keuntungan buat bank. Kan banknya menyalurkan kredit kecil. Kita harapkan bank mau menyalurkan kreditnya taruhlah di atas Rp 50 juta," tukas dia.

Generasi Milenial Tetap Mampu Beli Rumah

Perbandingan antara rata-rata kenaikan upah pekerja dengan rata-rata kenaikan harga properti menimbulkan kecemasan bahwa generasi milenial akan kesulitan memiliki rumah. Survei yang dilakukan Rumah.com menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki optimisme untuk memiliki rumah idaman.

Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2-2017 menunjukkan tingginya tingkat kepuasan masyarakat terhadap usaha pemerintah dalam menyediakan hunian yang terjangkau. Ini terlihat dari hasil survei di mana 63 persen dari 1.020 responden di Indonesia merasa puas dengan iklim properti yang sedang berlangsung.

Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan menjelaskan, Rumah.com sebagai pemimpin pasar properti online di Indonesia selalu mengambil peran aktif untuk mengetahui kondisi terkini industri properti di Indonesia.

“Selain Rumah.com Property Index yang menunjukkan pergerakan pasar properti dari sisi suplai, survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2-2017 ini ditujukan untuk mengetahui respon pasar dari sisi permintaan. Dengan demikian, Rumah.com bisa memberikan advokasi yang berkualitas bagi konsumen dalam hal pertimbangan keputusan untuk memiliki rumah atau hunian lainnya,” jelasnya dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (12/12/2017).

Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2-2017 adalah survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerja sama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura. Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 1.020 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada bulan Januari – Juni 2017.

Ike melanjutkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap usaha pemerintah dalam menyediakan hunian yang terjangkau bahkan tetap di atas rata-rata, meski melalui sejumlah peristiwa yang diprediksi dapat mempengaruhi kondisi industri properti nasional, seperti situasi politik pasca-Pilkada, maupun peristiwa tahunan seperti Hari Raya Idul Fitri, yang diprediksi mempengaruhi tingkat inflasi.

"Sebanyak 54 persen responden merasa puas dengan upaya pemerintah dalam membuat rumah lebih terjangkau. Ini merupakan peningkatan yang cukup drastis jika dibandingkan survei pada Semester 2 tahun 2016, dimana tingkat kepuasan masyarakat hanya 36 persen. Tingkat kepuasan ini tercermin dalam rencana pembelian properti dalam enam bulan ke depan, dimana sebesar 59 persen dari responden survei berencana membeli properti," jelas Ike.

Dia menambahkan, bagi pengembang properti, hasil survei ini menunjukkan prospek yang positif dalam pasar properti, setidaknya dalam enam bulan ke depan. Lebih spesifik lagi, properti yang menjadi buruan dalam jangka waktu enam hingga dua belas bulan ke depan adalah properti di bawah harga Rp 700 juta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya