Larangan Cantrang Sebaiknya Gunakan Sistem Zonasi

Dari pada melarang penggunaan cantrang, lebih baik KKP membuat kebijakan zona tangkap antara nelayan cantrang dengan noncantrang.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Jan 2018, 10:40 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2018, 10:40 WIB
Polemik Cantrang Paksa Nelayan Pantura Jadi Pengangguran
Meski larangan soal cantrang sudah dilonggarkan, nelayan Pantura masih ketakutan untuk menjala rezeki di lautan. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Nelayan meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan toleransi soal larangan cantrang yang mulai berlaku 1 Januari 2018 lalu. Sebab larangan cantrang ini berdampak langsung terhadap mata pencarian nelayan.

Ketua Serikat Nelayan Tradisonal (SNT) Kajidin mengatakan, memang ada nelayan yang mendukung diberlakukannya larangan cantrang ini. Namun tidak sedikit pula nelayan yang merasa keberatan terkait larangan tersebut.

"Memang di lapangan ada nelayan yang suka dengan dilarangnya cantrang, tetapi ada juga yang keberatan. Ini masalahnya ketika cantrang dilarang, mereka putus pekerjaannya. Artinya dia mau ngerjain apa? Tidak bisa bekerja," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (14/1/2018).

Cantrang ini banyak digunakan nelayan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, ada juga jenis alat tangkap lain yang sejenis ikut terkena dampak dari kebijakan ini.

"Cantrang biasanya digunakan nelayan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kalau di Jawa Barat namanya dogol, sebenarnya sama saja jenisnya. Kalau yang di Jawa Tengah dan Jawa Timur itu nelayan menggunakan kapal di atas 30 GT, 60 GT-70 GT bahkan ada yang 100 GT," kata dia.

Kajidin menyatakan, dari pada melarang secara total penggunaan cantrang, lebih baik KKP membuat kebijakan zona tangkap antara nelayan cantrang dengan noncantrang. Dengan demikian tidak ada nelayan yang dirugikan dan area tangkap para nelayan ini tidak saling bergesekan.

‎"Harapan kita pemerintah memberikan toleransi atau zona tangkapan yang diarahkan sehingga mereka tidak terputus pekerjaannya. Kalau nelayan yang menggunakan cantrang dimatikan, mereka mau kerja apa. Ini bukan bicara soal juragannya. Mungkin juragannya kalau kapalnya nganggur bisa dijual, tetapi pekerjanya itu yang ratusan bahkan jutaan orang, termasuk orang-orang yang mengelola hasil tangkapan cantrang," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Ada Tawar Menawar

Cantrang
Perahu dan kapal nelayan dengan alat tangkap cantrang bersandar di Kompleks Perumahan Pesisir Sentolo Kawat, Cilacap, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengatakan, mulai 1 Januari 2018, tidak ada lagi tawar-menawar soal larangan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan.

"Cantrang selesai sudah, tidak perlu dibahas lagi. Pada 1 Januari 2018 pelarangannya diterapkan, jadi artinya cantrang tidak boleh beroperasi di Indonesia," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Minggu (17/12/2017).

Dia menjelaskan, meskipun masih ada yang keberatan dan melayangkan protes terhadap kebijakan tersebut, kebijakan ini harus tetap berlaku.

‎"Ya protes kan bisa saja, tapi kan kita bikin aturan harus ditaati, harus diikuti oleh rakyat. Kalau tidak ada yang setuju kan biasa, tetap saja harus ditaati. Negara kalau tidak ada aturannya ya mau bagaimana," kata dia.

Rifky mengakui, memang masih ada nelayan yang belum memiliki alat tangkap lain sebagai pengganti cantrang‎. Namun, KKP akan terus memberikan solusi bagi nelayan agar tetap bisa mencari ikan.

"Ya kalau ada 1-2 case nanti kita selesaikan case by case. pasti ada yang belum selesai, tapi kan tidak signifikan," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya