Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana memperbanyak lembaga penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM). Langkah ini bertujuan memenuhi kekurangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan, saat ini keberadaan SPBU belum melayani seluruh wilayah, khususnya di pedesaan dan wilayah terpencil.
"Artinya desa-desa yang remote, kalau definisi lembaga penyalur sampai ke masyarakat areanya sangat luas," kata dia di Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Advertisement
Menurut Ego, keberadaan lembaga penyalur ini akan membuat kebutuhan BBM masyarakat di pedesaan dan wilayah terpencil terpenuhi engan harga yang sesuai dengan ketetapan pemerintah.
Senada, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan membuat subpenyalur untuk menutupi kekurangan SPBU di Indonesia.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Assa mengatakan, dengan luasnya wilayah dan banyaknya penduduk Indonesia, membuat pembangunan SPBU tidak masuk keekonomian untuk di wilayah terpencil dan terluar.
Pasalnya, volume BBM yang dijual kecil sementara investasinya besar, keuntungan yang didapat dari penjualan BBM tidak menarik pengusaha.
"Kalau ini dipaksakan denganSPBU enggak ada yang mau. Tidak masuk ke ekonominya. Balik modalnya 20 tahun misalnya. Karena kecil sekali volumenya. Belum lagi biaya angkutnya Pertamina," kata Fanshurullah.
Fanshurullah mengungkapkan, di sisi lain jumlah SPBU yang ada di Indonesia saat ini masih kurang.
Dia menyebutkan, idealnya satu unit SPBU untuk 35 ribu penduduk, sementara saat ini di Indonesia dengan 260 juta penduduk hanya memiliki 7 ribu SPBU.
Kondisi tersebut melatar belakangi BPH Migas membangun subpenyalur BBM, sebagai solusi untuk melengkapi kekuranganSPBU di Indonesia. Dengan begitu, kebutuhan BBM masyarakat dapat dipenuhi oleh lembaga penyalur resmi.
"Maka kita muncul subpenyalur. Kenapa? Tugas BPH sebagaimana Undang-Undang Migas pasal 46 ayat 2 dan 4 menyatakan, pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM di seluruh NKR. Pasal 4 nya dalam pelaksanaannya itu adalah BPH Migas," paparnya.
Jumlah SPBU Masih Rendah
Anggota Komite BPH Migas, Yugi Prayogia menilai, jumlah SPBU secara nasional berkisar 6.000-7.000 dan tersebar di seluruh wilayah. Masih cukup rendah dibandingkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta orang.
"Rasio jumlah penduduk dengan pengadaan SPBU, itu masih sangat tinggi rasionya dibandingkan ASEAN," ujar dia.
Jugi menilai, masih rendahnya jumlah SPBUyang ada di Indonesia disebabkan investasi yang tinggi untuk membangun SPBU. Buat membuka satu SPBU di Jakarta, dana yang dibutuhkan paling tidak berkisar Rp 20 triliun.
Menanggapi hal itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mendukung segala langkah BPH Migas dalam menjaga ketersediaan pasokan migas di Indonesia. Dia menilai, sektor energi merupakan salah satu hal yang paling penting untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
"Migas adalah sektor yang menentukan masa depan bangsa kita. Itu di samping pangan. Jadi tugas bapak akan menentukan bagaimana arahnya di Indonesia. Karena kalau ini dua tidak berdaulat maka berat. Nanti bisa negara yang kena tangkap tidak bisa berkembang, sulit maju. Jadi stagnan," kata Zulkifli.
Advertisement