Utang Pemerintah Terus Naik, Kini Tembus Rp 4.034 Triliun

Utang pemerintah pusat naik lagi sebesar Rp 76,14 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Mar 2018, 08:15 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2018, 08:15 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) melaporkan total utang pemerintah pusat sampai dengan akhir Februari 2018 mencapai Rp 4.034,8 triliun.

"Posisi (utang pemerintah) per akhir Februari di Rp 4.034,8 triliun," berdasarkan data DJPPR Kemenkeu yang diperoleh Liputan6.com, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Realisasi utang pemerintah pusat tersebut naik signifikan sebesar Rp 76,14 triliun dibanding capaian per akhir Januari lalu yang sebesar Rp 3.958,66 triliun. Capaian Januari pun meningkat sekitar Rp 19,96 triliun dari posisi utang pada Desember 2017 yang sebesar Rp 3.938,7 triliun.

Nilai utang pemerintah sebesar Rp 4.034,8 triliun ini setara dengan 29,2 persen dari produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Rasio terhadap PDB ini masih jauh di bawah ambang batas Undang-undang (UU) Keuangan Negara tidak melebihi 60 persen dari PDB.

Dari data tersebut diterangkan bahwa penggunaan utang pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial masyarakat.

Ke depan, pemerintah akan terus meningkatkan investasi maupun penerimaan perpajakan untuk membiayai belanja produktif. Salah satunya dengan dukungan dari program reformasi perpajakan, dan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (AEoI).

Sebelumnya Direktur Jenderal PPR Kemenkeu, Luky Alfirman, mengatakan penambahan utang pemerintah adalah konsekuensi dari adanya kebijakan defisit anggaran.

"Secara sistem dan struktur penganggaran di APBN, jika defisit, maka butuh pembiayaan yang saat ini dipenuhi sebagian besar dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN)," ujar Luky.

Artinya, selama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih defisit, maka pemerintah tetap membutuhkan pembiayaan untuk menambal defisit tersebut. Pembiayaan ini bersumber dari penerbitan SBN dan pinjaman.

Pemerintah, ujar Luky, berupaya menjaga batas defisit di bawah 3 persen dari PDB sesuai amanat Undang-Undang Keuangan Negara. Termasuk mengurangi keseimbangan primer di APBN.

"Kami juga tetap mengalokasikan pembayaran bunga utang maupun pembayaran cicilan pokok (utang pemerintah)," dia menerangkan

Sri Mulyani: Ada yang Menghasut dengan Isu Utang Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang memperkeruh suasana dengan menggunakan isu utang Indonesia. Pihak tersebut sangat paham dengan keuangan negara, tetapi tidak melihat secara menyeluruh.

"Dia (penyebar isu utang luar negeri Indonesia) tahu betul, rakyat tidak tahu tentang itu. Dia sengaja. Dia tahu betul tentang APBN. Tapi dia hanya melihat utangnya saja. Tujuannya supaya Presiden Jokowi hanya dilihat jeleknya saja," ujar Sri Mulyani saat menjadi pembicara dialog nasional Indonesia Maju di UMY, pada 11 Maret 2018. 

Sri Mulyani menyampaikan ada pihak yang menulis bahwa utang Indonesia mencapai Rp 4.000 triliun. Utang di masa ini, kata Sri Mulyani, dibilang yang paling besar selama ini.

Ia melanjutkan, pemerintah mengelola keuangan negara secara hati-hati. Pengelolaan kesehatan keuangan negara disesuaikan dengan undang-undang dan ditujukan untuk menyejahterakan rakyat.

"Utang itu instrumen bukan tujuan. Dibilang utang meningkat mendekati Rp 4.000 triliun, Indonesia akan runtuh. Padahal kalau membandingkan nominal (utang) belum ada apa-apanya dibanding Jepang dan Amerika. Itu negara yang punya utang besar," urai Sri Mulyani.

 

Negara Besar

Freeport Sepakat Jual 51 Persen Saham
CEO Freeport McMoran Richard Adkerson (kiri) berbincang dengan Menkeu Sri Mulyani (kanan) ketika menggelar jumpa pers di Jakarta, Selasa (29/8). Freeport Indonesia menyatakan siap melakukan divestasi sahamnya hingga 51% (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Sesuai UU (utang) tidak boleh lebih dari 60 persen dari produk domestik bruto (PDB). Saat ini (utang Indonesia) ga lebih dari 30 persen. Ada yang mau memprovokasi. Bikin hoax atau menghasut. Dia hanya lihat satu sisi (jumlah utang Indonesia). Enggak lihat keseluruhan ekonomi. Enggak lihat secara keseluruhan APBN-nya seperti apa," ulas Sri Mulyani.

Sri Mulyani mencontohkan pihak yang membuat berita tentang utang luar negeri Indonesia seperti dirinya yang melihat moderator acara, Effendy Ghozali hanya bagian kupingnya. Tidak melihat seluruh keseluruhan sosok Effendy Ghozali.

"Maksud saya kalau lihat utang lihat APBN secara keseluruhan. Lihat keseluruhan konteks ekonomi. Akan kelihatan apakah (keuangan Indonesia) sehat atau tidak. Lihat juga rasio utang dengan PDB. Secara prinsip (utang) kita kelola sebaik mungkin. Jadi orang ini (yang menyebar isu utang Indonesia besar dan Indonesia akan runtuh) sengaja menakuti orang. Saya enggak suka negara Indonesia jadi negara yang enggak percaya diri," tutup Sri Mulyani. 

Reporter: Purnomo Edi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya