Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan PT PLN (Persero) menargetkan pembangunan pembangkit listrik sebesar 56.024 Mega Watt (MW) dari 2018 hingga 2027. Rencana ini tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, penetapan penambahan target pasokan listrik 56.024 MW itu mengacu pertumbuhan 6,86 persen.
"Saya cuma mau mengumumkan, RUPTL 2018 – 2027 sudah dieksekusi pemerintah. Tidak banyak berubah, proyeksi pertumbuhan 6,86 persen," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/3/2018).
Advertisement
Baca Juga
Jonan menuturkan, target penambahan pasokan listrik dari pembangkit tersebut sudah mengikuti kebutuhan‎ listrik yang ada. Dengan begitu dia memastikan pasokan listrik akan mencukupi kebutuhan karena setiap daerah memiliki cadangan 30 persen.
"Setiap pembangkit itu, dicocokkan dengan proyeksi pertumbuhan kebutuhan listrik di setiap wilayah. Pertanyaannya begini, ini bakal kurang enggak. Selama ini pemerintah melalui PLN kalau pertumbuhan ekonominya melonjak, mestinya masih cukup. Cadangan di daerah paling tidak 30 persen," ujar dia.
Jonan melanjutkan, penambahan pasokan listrik dengan kapasitas total 56.024 MW diikuti dengan rencana pembangunan jaringan transmisi 63.855 kilo meter sirkit (kms).
"Total rencana pembangunan gardu induk:151.424 MVA, ‎total rencana pembangunan jaringan distribusi 526.390 kms, dan to‎tal rencana pembangunan gardu distribusi 50.216 MVA‎," ujar dia.
Â
Â
Â
Pembangkit Listrik 35 Ribu MW Beroperasi Penuh pada 2025
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, pembangkit listrik program 35 ribu Mega Watt (MW) akan beroperasi seluruhnya pada 2025. Ini menyesuaikan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi.
Ignasius Jonan mengatakan, ‎pembangkit listrik dari program 35 ribu MW yang beroperasi baru 10 ribu MW pada 2019. Sedangkan jika seluruh pembangkit dari program 35 ribu MW beroperasi diperkirakan paling lama pada 2025."Jadi begini program 35 ribu 2019 10 ribu MW baru jadi. Kapan jadi semua 2025," kata Jonan, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Selasa 6 Maret 2018.
Jonan mengaku mendapat kritik terkait beroperasinya pembangkit program 35 ribu MW‎ sampai Desember 2017 baru mencapai 1.362 MW. Sedangkan program yang dimulai pada pertengahan 2015 tersebut telah berjalan selama 2,5 tahun.
‎"Capaian program 35 ribu MW, yang dikritik adalah yang sudah COD (beroperasi) itu hanya 1.300-1.400 mw. Pasti kalau bangun PLTU bisa 2,5 tahun itu luar biasa," ucap Jonan.
Jonan pun menegaskan, pengoperasian pembangkit tersebut tidak telat, tetapi mengikuti realisasi pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran level 5 persen. Pasokan listrik dari pembangkit pun telah menyesuaikan pertumbuhan tersebut, yaitu 1,5 persen di atas pertumbuhan ekonomi. Hingga Desember 2017 kapasitas pembangkit listrik yang terpasang mencapai 60.491 MW.
"Telat enggak saya kira kalau pertumbuhan ekonomi 5 persen ya enggak. Pertumbuhaan lis‎trik itu 1,5 persen di atas pertumbuhan ekonomi," ujar Jonan.
Jonan mengatakan, ‎jika pengoperasian pembangkit listrik program 35 ribu MW tidak menyesuaikan pertumbuhan dan seluruhnya beroperasi pada 2019, maka akan terjadi kelebihan kapasitas listrik hal ini akan merugikan PT PLN (Persero). Lantaran, dalam kontrak jual beli listrik ada ketentuan PLN akan tetap membeli listrik meski listrik tidak terserap atau take or pay,
"Kalau kelebihannya besar yang bayar siapa?, kalau ditarik ke tarif konsumen tentu keberatan. Sebab itu arahan pak presiden ditarik 2024-2025," ujar dia.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Â
Advertisement