Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) ingin dana desa dialokasikan untuk membangun sub penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal tersebut untuk memudahkan masyarakat memperoleh BBM.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Assa mengatakan, pengoperasian sub penyalur sudah memiliki payung hukum, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2018 tentang lembaga penyalur BBM, Liquified Petroleum Gas (LPG) dan Bahan Bakar Gas (BBG).
"Melalui permen nomor 13 tiga minggu lalu sudah ada aturan mengenai sub penyalur," kata Fanshurullah, di Gedung DPR Jakarta, Senin (19/3/2018).
Advertisement
Baca Juga
Atas diterbitkanya payung hukum tersebut membuka kesempatan banyak pihak berperan dalam pengoperasian sub penyalur, salah satunya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
BUMDes bisa berperan menjadi sub penyalur BBM yang menjual Premium penugasan dan Solar subsidi. Modal pembangunan sub penyalur BBM bisa berasal dari dana desa yang diberikan pemerintah.
Dia menuturkan, investasi pembangunan sub penyalur BBM sekitar Rp 40 juta. Jadi dana desa yang diberikan Rp 1,5 miliar per tahun untuk satu desa sangat cukup untuk modal pembangunan sub penyalur.
"Karena kita tahu ada dana desa satu desa Rp 1,5 miliar melalui regulasi yang ada bisa digunakan untuk membackup ke sub penyalur tadi," ujar dia.
Fashurullah mengungkapkan, kebutuhan masyarakat yang saat ini belum terjangkau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan terpenuhi melalui sub penyalur BBM. Hal itu dapat menggerakan roda ekonomi di daerah.
"Sehingga akan menggerakkan roda ekonomi di desa-desa. lewat BUMdes dan koperasi," kata dia.
Â
Â
Kementerian ESDM Buka Peluang Sub Penyalur BBM
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang pembangunan sub penyal‎ur. Hal ini untuk memperluas jaringan penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) resmi.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Harya Adityawarman mengatakan, pemerintah telah mengatur keberadaan sub penyalur BBM dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang penyaluran BBM, Liquified Petroleum Gas (LPG) dan Bahan Bakar Gas (BBG). Tujuan dibentuknya sub penyalur adalah memberikan jaminan ke masyarakat yang bermukim di wilayah terpencil mendapat BBM secara pasti.
"Sub penyalur itu kami  sepakat bahwa sub penyalur diatur dalam Permen 13, intinya bahwa kenapa perlu ada sub penyalur supaya menjamin masyarakat mendapatkan BBM," kata Harya, di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Kamis 15 Maret 2018.
Sub penyalur dibangun oleh sekelompok masyarakat dengan modal sendiri. BBM yang disalurkan adalah Premium penugasan dan  Solar bersubsidi. Kedua jenis BBM tersebut  disalurkan dengan mekanisme tertutup, sehingga hanya kalangan tertentu saja yang bisa menikmatinya.
"Sub penyalur sifatnya tertutup. Hanya konsumen tertentu,aturannya akan di atur BPH Migas," ujar dia.
Sementara itu, Anggota Komite BPH Migas ‎Hedry Ahmad mengungkapkan, pasokan BBM sub penyalur berasal dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Kemudian harga BBM-nya jauh lebih mahal dari ketetapan pemerintah karena biaya angkut BBM ditanggung sub penyalur kemudian dibebankan ke harga jual BBM.
‎"Harga ditetapkan pemerintah plus ongkos angkut, itu ditanggung konsumen yang akan menggunakan. Nanti dibebankan per liter," ujar dia.
Hendry menuturkan, investasi membangun sub penyalur BBM jauh lebih rendah ketimbang membuat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Saat ini sudah ada sub penyalur yang beroperasi yaitu di Selayar, Sulawesi Selatan dan Asmat Papua.
‎"Contoh SPBU kompak yang dibangun Pertamina investasi Rp 230 juta, kalau penjualanya kecil tidak mungkin.‎ Sudah ada di Selayar dan Asmat," ujar dia.
Â
 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement