Liputan6.com, Jakarta - Nelayan tradisional di wilayah Indramayu, Jawa Barat, mengeluhkan sulit untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) Solar bersubsidi. Padahal seharusnya para nelayan tersebut berhak mendapatkan BBM subsidi jenis solar seperti yang telah diatur pemerintah.
Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin mengatakan, meskipun telah ada payung hukum yang mengatur masalah alokasi solar subsidi untuk nelayan, hingga saat ini nelayan masih kerap kesulitan untuk mendapatkan BBM subsidi.
"Yang kita persoalkan bukan kelangkaan. Tapi hingga saat ini nelayan tradisional tidak merasakan Solar dengan harga subsidi," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (8/4/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan, sulitnya akses nelayan untuk mendapatkan Solar subsidi karena depot yang menyediakan BBM tersebut masih sangat sedikit. Sedangkan nelayan tradisional tersebar di banyak wilayah atau muara.
"Karena nelayan tradisional kan tersebar di berbagai muara, sementara SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) yang menyediakan Solar subsidi hanya di muara-muara yang besar. Itu pun kuotanya tidak cukup," kata dia.
Menurut Kajidin, hal seperti ini sebenarnya tidak hanya dialami oleh nelayan di Indramayu, tetapi juga di wilayah lain. Bahkan nelayan di Ibu Kota juga merasakan hal yang sama.
"Di semua wilayah, di Jakarta juga, itu seperti Kali Baru, Muara Gembong. Di semua wilayah hampir seperti itu," tandas dia.
Kata Pertamina
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mewaspadai pengunaan bahan bakar minyak (BBM) Solar bersubsidi oleh pihak yang tidak berhak. Murahnya harga Solar subsidi jika dibandingkan dengan harga Solar nonsubsidi menjadi alasan penyelewengan penggunaan.
Unit Manager Communication and CSR Pertamina Marketing Operation Region I Rudi Ariffianto mengatakan, kenaikan harga minyak dunia mengerek harga jual Solar nonsubsidi. Kondisi ini membuat jarak harga dengan Solar bersubsidi semakin jauh.
"Yang perlu diwaspadai adalah tren harga minyak dunia dan kurs yang pasti berpengaruh pada harga produk, termasuk Solar nonsubsidi," kata Rudi, saat berbincang dengan Liputan6.com.
Pertamina pun mewaspadai adanya migrasi pengguna Solar nonsubsidi ke Solar bersubsidi karena harganya yang jauh lebih murah. Sebab itu, dia mengimbau agar pihak yang tidak berhak menikmati Solar subsidi tetap konsisten menggunakan Solar nonsubsidi.
"Kami mengimbau agar angkutan transportasi seperti CPO, batu bara, dan komoditas industri lainnya yang tidak masuk dalam kategori bisa dilayani sesuai perpres untuk tidak gunakan Solar bersubsidi," tutur Rudi.
Rudi mengungkapkan, saat ini Pertamina masih menyalurkan Solar subsidi dengan normal dan sesuai alokasi, maka seharusnya tidak terjadi kelangkaan jika solar subsidi digunakan pihak yang berhak.
Dalam hal ini, yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014, yaitu pengguna BBM tertentu adalah rumah tangga, usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi, dan pelayanan umum.
"Jadi itu sebenarnya tidak ada Solar langka kalau digunakan oleh konsumen sesuai dengan Perpres 191 tahun 2014," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement