Pagar Laut Tangerang: Pembelajaran Kebijakan Pengelolaan Pesisir

Konservasi laut yang sukses tidak hanya berperan dalam pemulihan ekosistem laut, tetapi juga berdampak positif pada kesejahteraan nelayan dan pertumbuhan ekonomi daerah pesisir.

oleh Tira Santia Diperbarui 25 Feb 2025, 13:30 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2025, 13:30 WIB
Secara Serentak, Ribuan Personel Gabungan Bersama Nelayan Bongkar Pagar Laut di Tangerang
Pagar bambu yang telah copot dikumpulkan lalu langsung dinaikkan ke atas kapal dan dibawa ke dermaga. (Magang/Liputan6.com/Muhammad Rizal)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kesatuan Pelajar dan Pemuda Pesisir Indonesia (KPPMPI), Hendra Wiguna, menyampaikan peristiwa pagar laut yang terjadi di Tangerang menjadi pembelajaran penting bagi kebijakan pengelolaan pesisir dan konservasi laut di Indonesia.

Menurut Hendra, kejadian tersebut mengungkapkan betapa terlambatnya tindakan pemerintah yang tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga menyebabkan biaya tinggi untuk membongkar pagar laut yang seharusnya tidak terjadi jika pengawasan lebih dini dilakukan.

“Pembongkaran pagar laut tersebut yang berlangsung hampir 2 bulan tentu memakan anggaran, andai saja adanya pencegahan dan pengawasan sejak dulu tentu hal ini tidak diperlukan. Oleh karena itu, dalam upaya konservasi laut serta dalam rangka pemulihan ekosistem laut dan pesisir memang perlu komitmen berbagai stakeholder," ujar Hendra, Selasa (25/2/2025).

Menruutnya, konservasi laut yang sukses tidak hanya berperan dalam pemulihan ekosistem laut, tetapi juga berdampak positif pada kesejahteraan nelayan dan pertumbuhan ekonomi daerah pesisir.

Hendra menambahkan bahwa dengan pemulihan ekosistem laut, banyak peluang bagi pemuda pesisir untuk mengembangkan usaha di sektor kelautan.

“Ekosistem laut harus dipulihkan dan dijaga, agar kesempatan hidup generasi mendatang terjamin, pun demikian laut sebagai kekuatan bangsa dan negara terjaga," ujarnya.

 

Konservasi Laut Indonesia

Ditarget Selesai Paling Cepat 10 Hari, TNI AL Bersama Nelayan Cabut Pagar Laut di Tangerang
Target penyelesaian pembongkaran pagar laut dengan jarak sepanjang 30,16 km adalah selama 10 hari. (merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2024, luas area konservasi laut Indonesia mencapai 29,9 juta hektar atau sekitar 9,2 persen dari luas lautan nasional.

Meskipun angka tersebut tergolong kecil, Hendra tetap memberikan apresiasi atas pencapaian tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar adalah aktivitas perikanan dan non-perikanan yang sering merusak ekosistem laut, yang berimbas pada turunnya kualitas dan kesehatan laut Indonesia.

“Terkait dengan konservasi laut, sebenarnya menjadi nilai kearifan lokal yang terus dijaga oleh masyarakat pesisir terutama nelayan tradisional. Tantangannya adalah aktivitas perikanan dan non-perikanan yang memiliki andil besar dalam merusak ekosistem laut dan pesisir yang berdampak besar menurunkan kesehatan laut," jelas Hendra.

Selain itu, Hendra juga menyoroti perlunya efisiensi anggaran dalam upaya konservasi laut. Menurutnya, dengan banyaknya kementerian dan lembaga yang terlibat dalam pengelolaan laut, koordinasi yang baik antar instansi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir biaya dan mengoptimalkan hasil konservasi.

"Selain itu, dengan ragam kementerian dan lembaga (K/L) yang bertugas di laut, kami merasa ongkos konservasi dan pemulihan ekosistem laut akan lebih efisiensi secara anggaran bilamana K/L benar-benar menjalankan tugasnya," ujarnya.

 

Pentingnya Konservasi Laut: Menjaga Ekosistem Laut Demi Masa Depan Indonesia

Secara Serentak, Ribuan Personel Gabungan Bersama Nelayan Bongkar Pagar Laut di Tangerang
Untuk diketahui, pagar laut yang berada di kawasan Tanjung Pasir, Tangerang, membentang di sepanjang wilayah pesisir 16 desa di enam kecamatan. (Magang/Liputan6.com/Muhammad Rizal)... Selengkapnya

Lebih lanjut, Hendra mengingatkan bahwa meskipun alam memiliki kemampuan untuk pulih, kerusakan yang terjadi terlalu sering dan dalam skala besar akan menghambat proses pemulihan alami tersebut.

Ia memberikan beberapa contoh kerusakan ekosistem laut, seperti penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di Sumatera Utara dan pencemaran akibat limbah batubara di Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau.

“Perusakan ekosistem ini beragam bentuknya, mulai dari penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti di Sumatera Utara, pencemaran akibat limbah batubara dan oil seperti di Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau," ujarnya.

Konservasi laut memang bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Hendra menekankan bahwa keberhasilan konservasi harus membawa manfaat langsung bagi nelayan dan masyarakat pesisir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya