Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kesatuan Pelajar dan Pemuda Pesisir Indonesia (KPPMPI), Hendra Wiguna, menyampaikan peristiwa pagar laut yang terjadi di Tangerang menjadi pembelajaran penting bagi kebijakan pengelolaan pesisir dan konservasi laut di Indonesia.
Menurut Hendra, kejadian tersebut mengungkapkan betapa terlambatnya tindakan pemerintah yang tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga menyebabkan biaya tinggi untuk membongkar pagar laut yang seharusnya tidak terjadi jika pengawasan lebih dini dilakukan.
Advertisement
Baca Juga
“Pembongkaran pagar laut tersebut yang berlangsung hampir 2 bulan tentu memakan anggaran, andai saja adanya pencegahan dan pengawasan sejak dulu tentu hal ini tidak diperlukan. Oleh karena itu, dalam upaya konservasi laut serta dalam rangka pemulihan ekosistem laut dan pesisir memang perlu komitmen berbagai stakeholder," ujar Hendra, Selasa (25/2/2025).
Advertisement
Menruutnya, konservasi laut yang sukses tidak hanya berperan dalam pemulihan ekosistem laut, tetapi juga berdampak positif pada kesejahteraan nelayan dan pertumbuhan ekonomi daerah pesisir.
Hendra menambahkan bahwa dengan pemulihan ekosistem laut, banyak peluang bagi pemuda pesisir untuk mengembangkan usaha di sektor kelautan.
“Ekosistem laut harus dipulihkan dan dijaga, agar kesempatan hidup generasi mendatang terjamin, pun demikian laut sebagai kekuatan bangsa dan negara terjaga," ujarnya.
Â
Konservasi Laut Indonesia
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2024, luas area konservasi laut Indonesia mencapai 29,9 juta hektar atau sekitar 9,2 persen dari luas lautan nasional.
Meskipun angka tersebut tergolong kecil, Hendra tetap memberikan apresiasi atas pencapaian tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar adalah aktivitas perikanan dan non-perikanan yang sering merusak ekosistem laut, yang berimbas pada turunnya kualitas dan kesehatan laut Indonesia.
“Terkait dengan konservasi laut, sebenarnya menjadi nilai kearifan lokal yang terus dijaga oleh masyarakat pesisir terutama nelayan tradisional. Tantangannya adalah aktivitas perikanan dan non-perikanan yang memiliki andil besar dalam merusak ekosistem laut dan pesisir yang berdampak besar menurunkan kesehatan laut," jelas Hendra.
Selain itu, Hendra juga menyoroti perlunya efisiensi anggaran dalam upaya konservasi laut. Menurutnya, dengan banyaknya kementerian dan lembaga yang terlibat dalam pengelolaan laut, koordinasi yang baik antar instansi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir biaya dan mengoptimalkan hasil konservasi.
"Selain itu, dengan ragam kementerian dan lembaga (K/L) yang bertugas di laut, kami merasa ongkos konservasi dan pemulihan ekosistem laut akan lebih efisiensi secara anggaran bilamana K/L benar-benar menjalankan tugasnya," ujarnya.
Â
Advertisement
Pentingnya Konservasi Laut: Menjaga Ekosistem Laut Demi Masa Depan Indonesia
Lebih lanjut, Hendra mengingatkan bahwa meskipun alam memiliki kemampuan untuk pulih, kerusakan yang terjadi terlalu sering dan dalam skala besar akan menghambat proses pemulihan alami tersebut.
Ia memberikan beberapa contoh kerusakan ekosistem laut, seperti penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di Sumatera Utara dan pencemaran akibat limbah batubara di Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau.
“Perusakan ekosistem ini beragam bentuknya, mulai dari penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti di Sumatera Utara, pencemaran akibat limbah batubara dan oil seperti di Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau," ujarnya.
Konservasi laut memang bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Hendra menekankan bahwa keberhasilan konservasi harus membawa manfaat langsung bagi nelayan dan masyarakat pesisir.
