Liputan6.com, Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap alasan pemberian sanksi kepada PT Pertamina (Persero) terkait pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak di perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
Menteri KLHK Siti Nurbaya mengatakan, Pertamina akan dijatuhkan sanksi karena sistem yang dimiliki dalam mendeteksi tumpahan minyak masih lemah, sehingga penanganan sumber tumpahan minyak terbilang lambat.
Advertisement
Baca Juga
"Tapi kan Pertamina ketahuan sistemnya lemah juga bakal kena sanksi," kata dia saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Senin (16/4/2018).
Menurut Siti, jika sistem Pertamina dalam mendeteksi tumpahan minyak baik‎, maka kebocoran minyak tidak berlangsung lama dan dampak pencemaran lingkungan tidak meluas.
"Jadi kalau sistemnya baik maka enggak perlu tujuh jam, enggak perlu sampe kebakar, kalau sistemnya otomatis ketika terjadi perubahan bunyi atau apa sehingga bsia ditangani itu yang tanggung jawab KLHK," ujar dia.
Siti mengungkapkan, untuk tahap awal Pertamina hanyak dikenakan sanksi perdata. Namun instansinya masih melakukan pengembangan penyidikan dan memastikan dokumen lingkungan yang dipegang Pertamina, serta kajian perawatan pipa di bawah laut.
"Kalau kita dilingkungan itu berlapis-lapis, ada sanksi administrasi, perdata dan pidana. Kan yang perdata belum tahu masih diidentfikasi, tapi pasti dia berlapis kenanya,"Â dia menandaskan.
Tonton Video Ini:
Pertamina Siapkan Pengganti Pipa Bawah Laut yang Putus di Balikpapan
PT Pertamina (Persero) menyiapkan pipa pengganti sembari menunggu pengangkatan pipa bawah laut yang putus di Teluk Balikpapan, Kalimantan pada akhir Maret ini. Pipa yang putus tersebut masih berada di tempat semula untuk keperluan penyidikan terkait tumpahan minyak di Balikpapan.
Region Manager Communication & CSR Kalimantan Pertamina Yudy Nugraha mengatakan, pipa pengganti ini akan dibawa dari Balongan ke Balikpapan.
"Apabila pipa yang putus sudah diangkat dari dasar laut dan diperbolehkan oleh pihak penyidik untuk penggantian pipa, maka pipa pengganti ini dapat segera dipasang," ujar dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (15/4/2018).
Lebih lanjut, Yudy menjelaskan, pipa yang disiapkan berjumlah sekitar 22 joint dengan panjang masing-masing 12 meter.
Sementara ini, Pertamina mengalirkan minyak mentah dari Terminal Crude Lawe-Lawe ke kilang Balikpapan menggunakan pipa bawah laut lain yang berukuran 16 inci.
Sebelumnya, Pertamina menduga bahwa pipa minyak mentah berukuran 20 inci itu terputus karena disebabkan oleh kekuatan eksternal. Dengan diangkatnya potongan pipa yang putus tersebut, pihak Kepolisian akan melakukan penyelidikan untuk menemukan penyebab putusnya pipa minyak mentah ini.
Pipa Pertamina yang putus memiliki ketebalan pipa 12.7 mm dan terbuat dari bahan pipa Carbon steel pipe API 5L Grade X42. Kekuatan pipa terhadap tekanan diukur dari safe Maximum Allowable Operating Pressure (MAOP) 1061.42 Psig. Sedangkan, operating pressure yang terjadi pada pipa hanya mencapai 170.67 Psig.
Kondisi pipa sebelum putus sangat baik dan diinspeksi secara berkala. Terakhir kali dilakukan visual inspection pada 10 Desember 2017 oleh diver untuk cek kondisi eksternal pipa, cathodic protection dan spot thickness.
Inspeksi untuk sertifikasi terakhir dilakukan 25 Oktober 2016, dan menunjukkan sertifikat kelayakan penggunaan peralatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas masih berlaku hingga 26 Oktober 2019. Sertifikasi dilakukan tiga tahun sekali sesuai SKPP Migas.
Advertisement